REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin menolak keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengakui secara sepihak Yerusalem menjadi Ibu Kota Israel.
"Mengecam keras dan menolak keputusan tersebut yang merupakan bentuk agresi, provokasi dan radikalisme yang nyata," kata Din kepada wartawan di Jakarta, Kamis (7/12).
Trump secara berangsur akan memindahkan kantor kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem. Atas tindakan itu, Din menyebut keputusan itu membuka dan membuktikan kedok standar ganda AS.
Bahkan, Din menilai AS tidak memiliki itikad untuk menciptakan perdamaian di kota tiga agama tersebut. Keputusan AS itu dapat memicu tindakan radikalisme sebagai reaksi ketidakadilan global yang diciptakan negara adidaya itu.
"Selama ini AS tidak bersungguh-sungguh menyelesaikan konflik Israel-Palestina secara berkeadilan," ujar Din yang juga ketua Prakarsa Persahabatan Indonesia-Palestina (PPIP).
Untuk itu, mantan ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu mendesak Presiden Donald Trump untuk mencabut keputusannya. Dia juga mengajak Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk melakukan langkah politik dan diplomatik guna membatalkan atau mengabaikan keputusan tersebut.
Tindakan terhadap Yerusalem, kata dia, sebaiknya dibagi dua yaitu Yerusalem Timur untuk Palestina dan Yerusalem Barat untuk Israel. Bisa juga Yerusalem dijadikan sebaga Kota Suci Internasional bagi pemeluk tiga Agama Samawi yaitu Yahudi, Kristen dan Islam.
Keputusan Trump sendiri soal pengakuannya terhadap Yerusalem untuk Ibu Kota Israel menuai kontroversi. Atas langkah sepihak itu, Trump mendapatkan protes dari sejumlah negara, termasuk dari sejumlah sekutunya seperti Prancis, Turki dan lainnya.