REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Lembaga-lembaga Islam yang berbasis diYerusalem, Kamis (7/12), merilis pernyataan bersama merespons keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui kota tersebut sebagai ibu kota Israel. Menurut lembaga-lembaga tersebut, keputusan Trump dapat dimanfaatkan ekstremis Yahudi untuk mengubah status Masjid Al-Aqsha di Yerusalem.
Pernyataan bersama ini dikeluarkan oleh Dewan Urusan IslamYerusalem, Komite Islam Tertinggi, Otoritas Fatwa Palestina, Departemen WakafYerusalem, dan Wakaf Islam yang merupakan lembaga pengawas situs suci Islam diYerusalem. "Kami memperingatkan terhadap eksploitasi keputusan (Trump) ini oleh pendudukan Israel dan kelompok-kelompok ekstremis Yahudi untuk memajukan rencana mereka karena berkaitan dengan Masjid Al-Aqsha,"kata lembaga-lembaga Islam tersebut dalam pernyataannya, dikutip laman Anadolu Agency.
Lembaga-lembaga Islam di Yerusalem menilai, dengan keputusan Trump,Israel akan leluasa untuk meyahudikan kompleks Masjid Al Aqsha dengan tujuan untuk mengubah demografi historis kota tersebut. Mereka mendesak AS agar mencabut pengakuannya yang sangat tidak adil bagi Palestina. "Kami memperingatkan terhadap konsekuensi resolusi ini (untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel), yang melanggar resolusi internasional dan piagam pendiri PBB," ujarnya.
Presiden AS Donald Trump telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Rabu (6/12). Dalam pengumumannya di Gedung Putih, Trump menyebut pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel tak lain merupakan pengakuan terhadap kenyataan.
Menurut Trump Israel berhak menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota negaranya karena Negara Zionis telah menjadikan kota tersebut sebagai pusat pemerintahannya. Dengan pengakuan ini, AS menjadi negara pertama di dunia yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.