Jumat 08 Dec 2017 12:13 WIB

Dunia Kecam Donald Trump Soal Yerusalem

Rep: Fira Nursya'bani, Kamran Dikarma/ Red: Elba Damhuri
Grafis Yerusalem
Foto: republika/mardiyah
Grafis Yerusalem

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel menuai kecaman dari berbagai belahan dunia. Keputusan yang nantinya bakal diikuti pemindahan Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem itu juga langsung memicu gejolak di Palestina.

Pengakuan atas Yerusalem disampaikan Trump dalam pidato di Gedung Putih pada Rabu (6/12) siang waktu setempat atau Kamis (7/12) dini hari WIB. “Hari ini akhirnya kita mengakui hal yang sudah jelas: Yerusalem adalah ibu kota Israel. Ini semata-mata pengakuan atas sebuah kenyataan,” kata Donald Trump di Gedung Putih, kemarin.

Ia menyombongkan bahwa tindakan yang ia ambil membedakannya dengan presiden-presiden AS terdahulu. “Presiden sebelumnya telah membuat janji kampanye besar ini, tapi mereka gagal mewujudkannya. Hari ini, saya mewujudkan itu," kata Trump.

Kongres Amerika Serikat sedianya telah mengamanatkan pemindahan Kedubes AS ke Yerusalem sebagai simbol pengakuan sejak 1995. Kendati demikian, seluruh presiden AS sebelumnya selalu menunda keputusan itu dengan alasan keamanan nasional dan resolusi PBB yang mensyaratkan negosiasi Israel-Palestina terkait status Yerusalem.

Menurut Trump, keputusannya kemarin justru akan membawa Palestina dan Israel semakin dekat pada rekonsiliasi damai. Dia mengingatkan, segala upaya lain yang pernah dilakukan Pemerintah AS selama ini selalu berujung kegagalan. “Lucu bila kita menganggap pengulangan cara yang sama akan membawa pada hasil yang berbeda,” kata Trump, berargumen.

Yerusalem adalah kota yang sejak ribuan tahun lalu berpindah-pindah penguasaan. Pada awal abad ke-20, Inggris mengambil alih penguasaan wilayah itu dari Kesultanan Turki Usmani selepas Perang Dunia I.

Inggris kemudian mendukung pendirian negara Israel di wilayah tersebut pada 1948. Kendati demikian, negara-negara dunia sepakat menempatkan Yerusalem di bawah pengawasan internasional.

Israel kemudian menguasai wilayah itu selepas menang dalam perang melawan negara-negara Arab pada 1967, termasuk wilayah Yerusalem Timur yang diimpikan rakyat Palestina sebagai ibu kota masa depan mereka. Pencaplokan tersebut telah menyebabkan hancurnya puluhan ribu bangunan warga Palestina serta pengusiran ribuan warga bangsa tersebut dari Yerusalem.

Sejauh ini, sebagian besar negara di dunia tak mengakui penguasaan Israel atas kota suci agama Yahudi, Kristen, dan Islam tersebut. Dewan Eksekutif Badan Kebudayaan dan Pendidikan PBB (UNESCO) pada Mei lalu menyepakati resolusi bahwa klaim kedaulatan Israel atas Yerusalem tak berdasar.

Berbagai kecaman atas sikap Trump langsung meluncur selepas pidato kemarin. Di antara yang menyatakan ketaksepakatan adalah Perdana Menteri Inggris Theresa May, Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Indonesia Joko Widodo, dan para pimpinan negara Arab dan Timur Tengah. Paus Fransiskus, pimpinan tertinggi umat Katolik, juga meminta Yerusalem dijaga pada status quonya selama ini.

Pertemuan-pertemuan mendadak juga diagendakan guna menyikapi sikap Amerika Serikat. Presiden Joko Widodo menyatakan, ia akan mengikuti salah satu pertemuan tersebut yang digelar bersamaan dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Kerja Sama Negara-Negara Islam (OKI) pada 13 Desember nanti di Istanbul, Turki.

Jokowi menuturkan, komunikasi antarnegara Islam telah dilakukan sebelum pernyataan resmi Donald Trump dilayangkan. Hal tersebut membuat anggota OKI memutuskan harus ada pertemuan dalam waktu dekat untuk menentang pernyataan itu.

Dewan Keamanan PBB juga akan menggelar pertemuan membahas pengakuan Trump pada Jumat (8/12). Pertemuan oleh Dewan Keamanan PBB ini dilakukan atas permintaan delapan negara anggota. Di antaranya Prancis, Bolivia, Mesir, Italia, Senegal, Swedia, Inggris, dan Uruguay.

"PBB telah memberi Yerusalem status hukum dan politik khusus, yang oleh Dewan Keamanan telah meminta masyarakat internasional untuk menghormatinya. Itulah sebabnya kami percaya Dewan Keamanan perlu menangani masalah ini dengan sangat mendesak," ujar Wakil Duta Besar Swedia untuk PBB Carl Skau, Rabu (6/12).

Liga Arab juga akan menggelar pertemuan menteri luar negeri di Kairo, Mesir pada Sabtu (10/12). Pertemuan itu dilakukan atas permintaan Palestina dan Yordania serta mendapat dukungan dari Maroko.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melalui video di akun Twitter resminya langsung menyampaikan terima kasih atas keputusan Trump yang disebutnya berani dan bersejarah. Ia menekankan, tak akan ada perdamaian Israel-Palestina selama Yerusalem belum menjadi ibu kota Israel.

Pidato yang disampaikan Netanyahu tersebut juga menyelipkan pesan bagi warga Yahudi untuk berbondong-bondong mendatangi Yerusalem. “Dari berbagai belahan bumi, masyarakat kami rindu untuk kembali ke Yerusalem, menyentuh batu emas, dan menempuh perjalanan di jalur yang suci,” ujarnya.

Ia juga meyakini, langkah AS akan diikuti negara-negara lain. “Kami telah melakukan kontak dengan negara-negara lain yang akan memberikan pengakuan serupa," kata Netanyahu dalam sebuah pidato di Kementerian Luar Negeri Israel, kemarin. Namun, ia tidak menyebutkan nama negara-negara tersebut.

Sebaliknya, Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, melansir pernyataan resmi menyerukan intifadah baru. Ia menekankan, keputusan Trump adalah deklarasi perang melawan orang-orang Palestina.

Intifadah alias “perlawanan” warga Palestina melawan pasukan Israel sebelumnya sempat menggelora pada 1987-1993 serta pada 2000-2005. Ribuan pejuang Palestina gugur dalam aksi tersebut.

Haniyeh menambahkan, pemberontakan menentang langkah Trump akan dimulai Jumat (8/12) ini. "Kami menegaskan Yerusalem bersatu, bukan timur atau barat, dan akan tetap menjadi ibu kota Palestina, seluruh Palestina," kata dia.

(Republika, Pengolah: Fitriyan Zamzami).

sumber : Reuters/AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement