Jumat 08 Dec 2017 14:13 WIB

Warga Palestina: Trump Sok Kuasa Atas Masa Depan Kami

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Karta Raharja Ucu
(File Foto) Suasana Dome of The Rock di kompleks Al Aqsa, Yerusalem, Palestina beberapa waktu lalu. Pejabat senior Pemerintahan Trump mengabarkan Trump akan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke kota tua ini.
Foto: Oded Balilty/AP
(File Foto) Suasana Dome of The Rock di kompleks Al Aqsa, Yerusalem, Palestina beberapa waktu lalu. Pejabat senior Pemerintahan Trump mengabarkan Trump akan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke kota tua ini.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Ratusan warga Palestina terus berkumpul di sekitar Gerbang Damaskus, Yerusalem, hingga Jumat (8/12) siang ini. Mereka menyuarakan protes terkait keputusan sepihak Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Demikian laporan The Jerusalem Post, Jumat.

Beberapa dari mereka meneriakkan yel-yel, seperti "jiwa dan raga kami untuk kebebasan Masjid al-Aqsa!", "Jutaan syahid menuju Yerusalem", "Trump, saksikanlah Palestina pasti merdeka", serta "Yerusalem ibu kota kami".

Seorang peserta aksi, Daud Abu Libdeh, mengecam AS sebagai negara yang sok kuasa. "Memangnya, siapa itu Trump, sok kuasa menentukan masa depan kami? Hanya kami, rakyat (Palestina) yang telah lama tinggal di sini. Ratusan tahun lamanya kami menetap di sini (Yerusalem). Kami-lah yang berhak menentukan keputusan," ujar Abu Libdeh kepada The Jerusalem Post, Jumat (8/12).

Dia menambahkan, klaim Trump bahwa Yerusalem merupakan milik Israel jelas-jelas memupuskan jalan negosiasi damai. Seperti diketahui, dunia internasional kerap mengupayakan solusi dua-negara untuk meredakan konflik Palestina-Israel. Dengan itu, kedua belah pihak diharapkan dapat hidup berdampingan sebagai negara yang sama-sama berdaulat dan merdeka.

Sejak 25 tahun terakhir, AS berperan sebagai mediator untuk ikut menjembatani upaya perdamaian Palestina-Israel. Namun, Abu Libdeh menegaskan, kini peran Negeri Paman Sam tidak bisa lagi dipercaya.

Betapa bodohnya kami bila menuruti begitu saja Amerika Serikat sebagai satu-satunya pihak yang dapat mengatasi konflik. Pemerintah AS sendiri (Trump) yang mendorong kami, rakyat Palestina, untuk tidak lagi memercayainya, kata aktivis politik itu.

Dia menambahkan, ada kemungkinan perjuangan bersenjata, intifadah, lahir kembali sebagai respons atas sikap jumawa Amerika Serikat. "Besok, (aksi massa) ini akan lebih besar," ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement