REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Badan utama yang menaungi industri asuransi di Australia mengatakan penggunaan media sosial untuk "menekan" perusahaan asuransi untuk membayar klaim telah merugikan perusahaan dan menyebabkan premi asuransi meningkat.
Campbell Fuller dari The Insurance Council of Australia mengatakan pelanggan yang tidak puas atas penolakan klaim telah mengunggahnya di Twitter dan Facebook dan hal ini telah menyebabkan masalah, termasuk mengancam reputasi perusahaan asuransi.
"Bisa berdampak untuk mendapat pelanggan baru, atau memindahkan pelanggan dari satu perusahaan asuransi ke perusahaan lain," kata Campbell.
"Dan karena biaya tersebut melekat pada bisnis, maka dapat mempengaruhi premi yang dibayarkan pelanggan. Jadi, ini memang berdampak."
"Saat sebuah perusahaan mencoba menjual produk ke pelanggan, maka akan berpengaruh pada peringkat perusahaan di Google, sehingga lebih sulit bagi pelanggan baru untuk menilai perusahaan itu."
Campbell mengatakan tekanan pelanggan atas klaim terkadang mengantarkan pada pembayaran yang tidak semestinya.
"Faktor lain yang mempengaruhi adalah adanya pelanggan yang mengeluh lewat jejaring sosial dan menggunakan jejaring sosial untuk mencoba memanfaatkan perusahaan asuransi," katanya.
"Perusahaan asuransi mungkin merasa berada di bawah tekanan untuk membayar klaim, bahkan jika klaim itu tidaklah adil. Bahkan jika klaim itu sebenarnya tidak sah atau hanya sebagian sah.
"Hanya karena bila ada masalah dan perselisihan, biaya untuk tidak membayar klaim sebenarnya bisa lebih tinggi daripada biaya untuk benar-benar membayar klaim tersebut."
Media sosial untuk meningkatkan pelayanan
Namun beberapa pakar jejaring sosial merasa skeptis soal temuan ini. Mereka mengatakan perusahaan asuransi harus menggunakan media sosial untuk mendengarkan pelanggan mereka.
Facebook dan Twitter sering menjadi tempat bagi yang ingin melampiaskan ketidaksenangan mereka.
Mark Pesche, pakar budaya digital dari University of Sydney, mengatakan pertanggungjawaban online benar-benar meningkatkan pelayanan di berbagai bisnis
"Setiap perusahaan yang begitu takut dengan media sosial, artinya belum berinteraksi dengan pelanggan mereka sehingga merasa diserang," katanya.
"Menjadi pertanda bagi mereka untuk dapat berinteraksi dengan pelanggan secara terus menerus dan lebih teratur, sehingga benar-benar dapat menyelesaikan masalahnya.
"Media sosial adalah bagaimana pelanggan menyuarakan pendapat mereka setiap saat. Setiap perusahaan yang tidak mendengarkannya, maka tidak melakukan pekerjaan mereka, dan juga tidak mendapatkan masukan yang penting."
Tapi Mark mengatakan di saat jejaring sosial membuat bisnis menjadi bisa lebih terpercaya, malah menjadi tidak selalu terpercaya.
"Anda sebenarnya harus lebih berhati-hati karena terkadang orang mengunggah hal-hal yang tidak benar," katanya.
"Seperti saat pesaing akan melakukan sesuatu, maka pesaingnya akan menemukan cara untuk menyerangnya, jadi kita harus menganggapi hal ini sedikit curiga."
Anda bisa membaca beritanya dalam bahasa Inggris disini.