Rabu 13 Dec 2017 12:02 WIB

Kristen dan Muslim Palestina Bersatu Lawan Keputusan Trump

Rep: Marniati/ Red: Ani Nursalikah
Warga Kristen ikut shalat Jumat bersama Muslim sebagai simbol menentang aksi pendudukan Israel di Palestina.
Foto: Video CNN
Warga Kristen ikut shalat Jumat bersama Muslim sebagai simbol menentang aksi pendudukan Israel di Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Kurang dari satu jam setelah Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, orang-orang Palestina memprotes dengan mematikan lampu di pohon natal di luar Gereja Betlehem, tempat kelahiran Yesus.

Pengumuman Trump juga menimbulkan perasaan mendalam di kalangan komunitas Kristen kecil Palestina. Setelah mengadakan kebaktian Ahad di gereja Katolik Asyur di Yerusalem, Fredrick Hazo menuduh Trump menyeret seluruh dunia ke dalam masalah. Ia meminta pemimpin AS tersebut mengubah keputusannya.

"Kami bersatu - Kristen, Muslim, kami satu," kata musisi Palestina berusia 59 tahun itu yang berdiri di sebuah gang di jantung Kota Tua, dikelilingi toko-toko yang menjual pernak-pernik relijius.

Dia merasa frustrasi dengan politik. Namun dia yakin kota suci tiga agama tersebut akan terjaga dengan baik.

Pada Juli, Hazo juga ikut dalam aksi protes bersama umat Islam melawan instalasi pemindai keamanan Israel di masjid Al-Aqsa. Orang-orang Kristen berjumlah sekitar satu persen penduduk Palestina di Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

Permintaan untuk kesatuan relijius di dalam Yerusalem juga disuarakan pemimpin umat Katolik Paus Fransiskus. Beberapa jam jelang pernyataan Trump, Paus Francis meminta status quo di kota itu dihormati. Gereja Episkopal Amerika Serikat mengatakan pengumuman Trump dapat memiliki konsekuensi mendalam dalam proses perdamaian dan masa depan solusi dua negara.

Pemuda Palestina yang bekerja sebagai kasir supermarket Mohammed al-Hawa mengatakan pernyataan Trump mengabaikan kenyataan yang lebih kompleks di lapangan. "Orang-orang dari semua agama di Yerusalem dipersatukan dalam doa, bahkan jika mereka terbagi atas politik," katanya.

Ia mengatakan orang Kristen, Yahudi dan Muslim tinggal di Yerusalem secara bersama-sama. Tidak ada masalah di antara mereka. Namun politik dan pemerintah menginginkan mereka berperang.

"Ini adalah kota saya - darah saya, hidup saya," tambah seorang warga Palestina berusia 70 tahun. Ia berjalan melalui halaman gereja Yerusalem yang penuh jamaah dari Makam Suci, yang dipuja oleh umat Kristen sebagai tempat makam Yesus.

Gereja dibangun pada sebidang tanah kecil yang juga terdapat kompleks al-Aqsa dan Tembok Barat Yudaisme. "Saya bisa pergi ke gereja, ke mana saja di Yerusalem," tambahnya.

Walapun umat Kristen Palestina menolak keputusan Trump, namun Trump mendapat dukungan kuat dari sudut lain komunitas Kristen yakni evangelis. Trump mengumpulkan sekelompok penasihat evangelis pada saat kampanye presidennya, dan dia adalah calon presiden favorit bagi evangelis kulit putih dalam pemilihan AS tahun lalu.

"Kami semua adalah orang-orang yang percaya Alkitab dan kami percaya ini adalah tanah bible dan Yerusalem adalah ibu kota Israel kuno kembali ke zaman Raja Daud," kata Mike Evans yang berbasis di Dallas, bagian dari kelompok evangelis yang bertemu dengan Trump pada Senin.

Ia mengaku merasa begitu bangga dan terhormat atas keputusan Trump.

Di Turki, Putin Kecam Trump Soal Yerusalem

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement