REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menilai negara-negara di seluruh dunia memiliki utang kepada Palestina untuk membantu mencapai kemerdekaan penuh atas penjajahan yang dilakukan oleh Israel.
"Pada tahun 1945 hanya sekitar 50 negara merdeka di dunia, tapi sekarang sudah 193 atau hampir empat kali lipatnya. Tapi hanya satu yang belum merdeka, siapa? Palestina," tutur Dino dalam sebuah kegiatan diskusi politik internasional di Jakarta, Jumat (15/12).
Menurut mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat itu, status Palestina yang menjadi satu-satunya negara yang belum merdeka harus menjadi tanggung jawab bersama kalangan internasional untuk membantu negara tersebut memperoleh kemerdekaan.
Dalam hal ini, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) telah menyatakan dukungan bulat terhadap Palestina melalui konferensi tingkat tinggi yang berlangsung di Turki.
Presiden Joko Widodo yang hadir pada KTT tersebut juga menyampaikan sikap pemerintah Indonesia yang mendukung Palestina dan menolak pernyataan Presiden AS Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Selain itu, diharapkan kemerdekaan Palestina juga didapat bukan melalui jalan kekerasan, namun dengan solusi negosiasi politik. "Walaupun terakhir negosiasi yang sangat baik terjadi pada masa Presiden Bush, tapi sampai sekarang belum ada titik positif akan hal itu, meskipun peluang untuk negosiasi masih ada," katanya menambahkan.
Ia pun menekankan, selama Israel juga tidak tertarik untuk maju dalam negosiasi maka tidak akan ada kemerdekaan bagi Palestina. Nyatanya, konstelasi dan realita politik di Israel tidak menguntungkan bagi Palestina.
"Sepanjang Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berkuasa, kondisi perundingan Palestina-Israel untuk mewujudkan 'solusi dua negara' semakin mengkhawatirkan," tutur Dino.
Koalisi tujuh partai politik yang sejak 2015 dipimpin PM Netanyahu dan Partai Likud dinilai sama sekali tidak tertarik pada upaya mewujudkan "solusi dua negara" yang akan melahirkan Palestina yang merdeka. Sementara koalisi yang paling mendukung rencana ini, yaitu Zionist Union, justru telah kalah dalam pemilu 2015.