REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal menyoroti perbedaan kepemimpinan AS di bawah Barack Obama dan Presiden Donald Trump terkait hubungan dengan Israel. Dino mengatakan, jalannya pemerintahan AS tidak lepas dari peran lobi kelompok Yahudi untuk melancarkan kepentingan mereka melalui kebijakan yang dikeluarkan AS sebagai negara adidaya, namun terdapat perbedaan dari kedua pemimpin tersebut.
"Kalau Obama saya lihat selama menjabat ia tidak mau dikuasai oleh Yahudi. Ia sadar bahwa lobi-lobi mereka sangat kuat di pemerintahannya," kata Dino saat ditemui dalam sebuah agenda diskusi politik internasional di Jakarta, Jumat (15/12).
Menurut ia, Obama tidak nyaman dengan kondisi tersebut dan tidak ingin pemerintahannya "dimiliki" oleh Israel.
"Makanya dia sangat mandiri, jika salah ya salah, benar ya benar. Itu lah kenapa Obama tidak populer dalam politik luar negeri Israel," kata Dino.
Dino menjabat Duta Besar untuk AS dalam periode kepemimpinan Obama, sehingga mengetahui seluk beluk pemerintahan presiden kulit hitam pertama Amerika tersebut. Justru dengan sikap yang tidak ingin dikendalikan Israel itu lah, Dino sangat menghargai Obama dan seharusnya pemerintahan AS berjalan seperti itu dan memiliki kebijakan yang mandiri tanpa intervensi dari pihak luar.
"Akan tetapi sikap Presiden Trump terhadap kepentingan Israel sangat bertolak belakang. Ada penulis dari New York Times, yang menulis bahwa kebijakan Trump dibuat untuk memuaskan mereka yang berkepentingan, terutama para donor-donor," tutur Dino.
Oleh karenanya ada pandangan bahwa pemerintahan Amerika di bawah Presiden Trump lebih kepada "Israel First", bukan "America First", kata pria yang kini aktif dalam lembaga Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) itu.