REPUBLIKA.CO.ID, KONYA -- Turki memulai inisiatif pengajuan ke PBB untuk membatalkan keputusan AS yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Hal ini disampaikan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam sebuah telekonferensi di Kota Konya, Anatolia, Turki, Jumat (15/12).
Erdogan mengatakan, Turki akan mengajukan pembatalan putusan tersebut ke Dewan Keamanan PBB. Tapi jika upaya itu gagal, maka Turki akan mengajukannya ke Majelis Umum PBB.
"Kami akan mengupayakan pembatalan keputusan tidak adil ini terlebih dahulu di Dewan Keamanan PBB, dan jika ada veto dari sana, kami upayakan ke Majelis Umum," ujar Erdogan.
Erdogan berbicara dua hari setelah para pemimpin Muslim yang bergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) bertemu di Istanbul untuk mengecam keputusan Presiden AS Donald Trump. OKI menyerukan kepada dunia untuk mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.
AS adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang memiliki hak veto. Hal ini berarti setiap upaya untuk membatalkan keputusan Washington di Dewan Keamanan PBB pasti akan diblokir.
Yerusalem merupakan rumah bagi situs suci ketiga umat Islam dan telah menjadi jantung konflik antara Israel dan Palestina selama beberapa dekade. Israel merebut Yerusalem Timur pada 1967 dan kemudian mencaploknya dalam aksi yang tidak diakui secara internasional.
Keputusan Trump melanggar kebijakan AS dan konsensus internasional bahwa pemerintah kota harus dibiarkan melakukan pembicaraan dengan Israel dan Palestina. Keputusannya memicu kritik keras dari negara-negara Muslim, juga dari sekutu-sekutu terdekatnya.
Ditanya tentang banyaknya kritik, Duta Besar AS untuk Israel David Friedman mengatakan Trump telah melakukan yang terbaik untuk Amerika. "Presiden Trump tidak bermaksud untuk membalikkan dirinya sendiri, terlepas dari berbagai kecaman dan deklarasi," kata Friedman.