REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Menurut pemberitaan media milik pemerintah di Cina, Kepala Angkatan Laut Cina mengatakan kepada rekan Australianya bahwa tindakan Australia pada tahun lalu bertentangan dengan kecenderungan umum perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Selatan yang disengketakan.
Kepala Angkatan Laut Shen Jinlong mengatakan kepada Wakil Laksamana Tim Barrett pada Kamis (14/12) di Beijing bahwa hubungan angkatan laut Australia dan Cina telah mengalami perkembangan yang stabil, namun juga mengemukakan kekhawatiran tentang serangkaian tindakan Angkatan Laut Australia.
Menurut laporan media Cina, aksi utama Australia yang membuat Cina keberatan adalah pengiriman 6 kapal angkatan laut yang membawa 1.200 personel untuk ikut serta dalam latihan Endeavour Indo-Pasifik selama tiga bulan.
Sebuah laporan dari Global Times Online mengatakan, beberapa latihan tersebut terjadi di Laut Cina Selatan pada akhir September. "Cina sangat prihatin mengapa Australia bergabung dengan 10 negara lain untuk memilih Laut Cina Selatan dalam melakukan latihan ini, dan niat di baliknya," tulis artikel tersebut.
Laporan tersebut mengutip Wakil Laksamana Barrett yang mengatakan latihan tersebut normal dan sudah lama ada, namun ia mengatakan bahwa ia tidak menjelaskan mengapa wilayah Laut Cina Selatan dipilih. Angkatan Laut Australia belum mengeluarkan komentar mengenai dialog tersebut, yang terjadi pada saat ketegangan antara Australia dan Cina meningkat.
Kementerian Luar Negeri Cina mengonfirmasikannya pekan lalu, memanggil Duta Besar Australia untuk Beijing, Jan Adams, untuk memperjelas kekhawatiran Cina atas retorika politik seputar undang-undang spionase baru yang diusulkan Pemerintan Malcolm Turnbull.
Media yang dikendalikan pemerintah Cina juga menuliskan pemberitaan yang keras, dan kadang-kadang menampilkan kebijakan editorial yang sensasional, mengklaim Pemerintah Australia dan media menggoyangkan sentimen anti-Cina.
Angkatan Laut Australia sebelumnya telah melakukan patroli udara di Laut Cina Selatan, namun belum bergabung dengan Amerika Serikat dalam patroli kebebasan navigasi di atas air.
Pada November, pejabat Luar Negeri dari Australia, India, Jepang dan AS juga bertemu untuk dialog keamanan 4 tahunan pertama dalam satu dekade, sebuah pengelompokan yang dilihat oleh Beijing berusaha untuk melibatkan Cina.
Cina terus bangun Laut Cina Selatan
Kritik dari Angkatan Laut Cina bertepatan dengan peluncuran sebuah laporan tahunan dari sebuah lembaga think tank yang berbasis di AS, yang merinci struktur baru yang dibangun Cina di pulau-pulau Laut Cina Selatan yang disengketakan.
Menurut Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI) yang berbasis di Washington, tahun ini Cina menambahkan 290.000 meter persegi fasilitas untuk terumbu karang yang dipersengketakan.
"Ini termasuk bangunan mulai dari area penyimpanan bawah tanah dan bangunan administratif hingga radar dan sensor yang besar," kata laporan AMTI.
Laporan, yang didasarkan citra satelit, tersebut menemukan Cina -sebagian besar -menyelesaikan pengerukan dan pekerjaan penimbunan limbah di tujuh pulau buatan manusia tahun lalu, namun tahun ini terus membangun "infrastruktur yang diperlukan untuk pangkalan udara dan angkatan laut yang berfungsi penuh".
Konstruksi yang paling banyak dilakukan di terumbu Fiery Cross, yang juga diklaim oleh Filipina, Vietnam dan Taiwan.
Menurut AMTI, hanggar yang lebih besar di sepanjang landasan terbang, penyimpanan bawah tanah yang baru, instalasi radar dan sensor dan tempat penampungan yang mengeras untuk platform peluncuran rudal dibangun di daratan itu selama 12 bulan terakhir.
Awal tahun ini, Cina dan Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) menyetujui sebuah kerangka negosiasi untuk kode etik di jalur strategis yang sangat penting. Pemerintah Cina belum mengatakan apakah ada kode, jika itu disepakati, yang akan mengikat secara hukum.
Para kritikus melihat perundingan diplomatik sebagai taktik menunda untuk mengizinkan Cina menyelesaikan program militerisasi. Tahun lalu, sebuah pengadilan internasional di Den Haag membatalkan dasar hukum untuk sebagian besar pekerjaan reklamasi pulau di Cina, tanpa membuat keputusan mengenai sengketa teritorial itu sendiri.
Pemerintah Filipina sebelumnya mengajukan kasus hukum yang telah lama berjalan, yang hasilnya sebagian besar telah dikesampingkan oleh pemerintahan Rodrigo Duterte saat ini yang mendukung hubungan ekonomi dan diplomatik yang lebih baik dengan Beijing.
Pada Oktober tahun ini, Presiden Cina Xi Jinping secara terbuka memuji kemajuan pembangunan pulau dan terumbu karang di Laut Cina Selatan saat menguraikan prestasi terbesar negara tersebut dalam lima tahun terakhir.
Cina mengklaim hampir seluruh Laut Cina Selatan, dan mengatakan bahwa pulau tersebut memiliki penggunaan sipil dan "fasilitas pertahanan normal".
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.