REPUBLIKA.CO.ID, NAYPIYDAW -- Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi dan pemimpin militer Aung Min Hlaing bisa berpotensi diganjar tuduhan genosida oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal itu menyusul perlakuan militer Myanmar terhadap minoritas muslim Rohingya di Rakhine.
Hal itu disampaikan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Zeid Ra'ad al-Hussein. Dia mengatakan, genosida yang terjadi terhadap minoritas Rohingya di Myanmar tak bisa didiamkan begitu saja.
Al-Hussein menjabarkan tuduhan terhadap Myanmar atas pelanggaran HAM yang mereka lakukan kepada entis Rohingya. Mulai dari memuntahkan peluru secara acak, penggunaan granat, menembak dalam jarak dekat, menikam, memukul hingga tewas dan membakar rumah yang didalamnya masih dtinggali warga tak berdosa.
Meski demikian, menurut Al Hussein, tuduhan genosida terhadap Suu Kyi tidak akan mudah dijatuhkan. Dia menjelaskan, dakwaan tersebut bisa dijatuhkan melalui pengadilan internasional dengan menyertakan fakta dan data yang jelas.
Lebih jauh, dia mengungkapkan, fakta dan data yang harus diperoleh juga akan menjadi sulit. Sebab, katanya, tidak mungkin bagi seseorang yang berencana melakukan genosida akan menuliskan perintahnya diatas kertas bersama dengan instruksi pembunuhan tersebut.
Sebagai Komisaris Tinggi HAM PBB, Zeid Ra'ad al-Hussein sedikit banyak memiliki kekuatan untuk memberikan keterangan dipengadilan untuk membantu menjatuhkan dakwaan genosida itu kepada Suu Kyi. Dia juga sudah meminta investigasi internasional untuk menemukan pelaku kejahatan terhadap muslim Rohingya.
"Tapi itu tidak mengejutkan saya jika di masa depan pengadilan akan menemuka fakta hal itu berdasarkan apa yang kita lihat," kata Zeid Ra'ad al-Hussein seperti diwartakan BBC, Senin (18/12).
Lebih dari 647 ribu warga Rakhine telah melarikan diri ke Bangladesh stelah operasi militer di Rakhine pada Agustus lalu. Hal itu tak pelak menyorot perhatian dunia dan disebut sebagai genosida abad 21. Sejumlah pelanggaran HAM ditemukan dalam konflik tersebut.
Dalam sebuah investigasi yang dilakukan PBB dengan mewawancarai pengungsi Rohingya di Cox Bazar, mereka mendapati jika operasi militer pemerintah Myanmar menjadi langkah strategis untuk memastikan etnis Rohingya keluar dari negeri itu. PBB mewawancarai 65 pengungsi Rohingya di Bangladesh.
Kesimpulan itu didapatkan Dewan HAM menilai tindakan militer yang dilakukan sangat terorganisasi, terkordinasi, dan sistematik. Operasi itu dimulai sebelum serangan pemberontakan terhadap pos polisi pada 25 Agustus lalu, mulai dari pembunuhan, penyiksaan, dan pemerkosaan anak-anak. "Ini merupakan contoh nyata operasi pembersihan etnis," kata Zeid Ra'ad al-Hussein.
Advertisement