REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Perdana Menteri Lebanon Saad al-Hariri mengatakan pada Kamis (21/12) negara-negara Teluk Arab tidak berencana mengambil tindakan terhadap Lebanon setelah krisis politik bulan lalu mendorongnya ke garis depan rivalitas antara Arab Saudi dan Iran.
Hariri telah menjadi sekutu politik Arab Saudi tetapi pemerintahan koalisinya termasuk Hizbullah di dalamnya, kelompok Muslim Syiah yang kuat dan sekutu Iran dan melantik musuh Riyadh yang beraliran Sunni.
Krisis politik bulan lalu, yang meletup ketika Hariri mengumumkan pengunduran dirinya sementara dia berada di Arab Saudi, menimbulkan ketakutan di Lebanon bahwa Riyadh dan para sekutunya di Teluk akan mengambil tindakan ekonomi terhadap negara kecil di Mediterania itu.
Dalam sebuah wawancara yang disiarkan dari Riyadh sebelum ia kembali ke Lebanon dan membatalkan pengunduran dirinya, Hariri memperingatkan kemungkinan sanksi diberlakukan atas Lebanon dan ancaman terhadap kehidupan para pekerja Lebanon di negara-negara Teluk.
Keterangannya itu pada Kamis tampaknya bertujuan menjamin kembali tak akan diambil tindakan seperti itu. "Ini tak akan terjadi. saya jamin Anda kami memiliki hubungan sangat baik dengan Arab Saudi, kami punya hubungan sangat baik dengan UEA (Uni Emirat Arab), dan sebagian besar dengan Teluk," katanya dalam konferensi bisnis.
"Teluk punya sebuah masalah dengan satu partai politik di Lebanon dan tidak punya masalah dengan seluruh Lebanon," tambah Hariri, merujuk kepada Hizbullah.