REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai gerakan memboikot produk AS dan Israel harus lebih disuarakan. Hal tersebut demi mendukung Palestina.
Meskipun hasil voting di Majelis Umum PBB terkait resolusi status Yerusalem menunjukkan Amerika Serikat (AS) dan Israel kalah telak, namun MUI menilai gerakan ini harus terus disuarakan.
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid mengatakan, petisi MUI yang ditolak oleh AS tidak menjadikan MUI kecewa. Karena resolusi PBB yang didukung oleh mayoritas anggotanya saja diabaikan oleh AS. Apalagi petisi MUI yang hanya disuarakan oleh sebuah organisasi kemasyarakatan.
"MUI semakin yakin bahwa gerakan untuk memboikot produk AS dan Israel harus lebih disuarakan dan disosialisasikan agar menjadi gerakan bersama (people power) yang lebih masif dan merata di seluruh Indonesia, syukur-syukur nanti diikuti oleh masyarakat dunia," ujar Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid, Sabtu (23/12).
MUI sangat menyayangkan sikap AS di Majelis Umum PBB. Ia menilai, sangat disayangkan, negara yang selama ini mendewakan demokrasi ternyata justru paling anti demokrasi. Seharusnya Amerika Serikat tunduk dan menghormati suara mayoritas karena itulah makna yang paling hakiki dalam sebuah demokrasi.
Sikap arogansi dan merasa paling berkuasa adalah bentuk kesombongan Amerika Serikat yang paling nyata. Ia menilai seharusnya PBB memiliki sikap yang tegas terhadap AS karena tidak mengindahkan resolusinya. PBB seharusnya memiliki keberanian untuk memberikan sanksi kepada AS atas pembangkangannya, sehingga tidak dilecehkan dan memiliki wibawa.
"PBB jangan menggunakan standar ganda, terhadap negara lain berlaku keras tetapi terhadap negara adidaya tidak berdaya," katanya.
MUI menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Indonesia yang menjadico-sponsor resolusi untuk menolak pengakuan unilateral AS atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Sikap ini menunjukan bahwa pemerintah dan rakyat Indonesia bersama mayoritas dunia mendukung perjuangan rakyat Palestina untuk merdeka dari cengkeraman penjajah zionis Israel.