REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Majelis umum PBB telah mendesak Myanmar mengakhiri kampanye militer melawan Muslim Rohingya dan meminta penunjukan utusan khusus PBB di Myanmar. Resolusi PBB ini mendapat penentangan dari Cina, Rusia dan beberapa negara regional.
Dilansir di The Guardian, Senin (25/12), sebuah resolusi yang diajukan oleh Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) didukung oleh 122 suara dan 24 abstain. Cina, Rusia, Kamboja, Laos, Filipina dan Vietnam bergabung dengan Myanmar dalam memberikan suara menentang tindakan tersebut seperti yang terjadi di Belarus, Suriah dan Zimbabwe.
Resolusi tersebut meminta pemerintah Myanmar mengizinkan akses pekerja bantuan, memastikan kembalinya semua pengungsi dan memberikan hak kewarganegaraan penuh kepada Rohingya.
Resolusi ini juga meminta penunjukan seorang utusan khusus PBB ke Myanmar. Penunjukan utusan PBB ini direncanakan setelah komite anggaran memberi lampu hijau untuk dana bagi posisi baru utusan khusus PBB ke Myanmar.
Lebih dari 650 ribu Muslim Rohingya telah meninggalkan negara bagian sejak operasi militer diluncurkan di negara bagian Rakhine pada akhir Agustus.
Pejabat Myanmar bersikeras kampanye tersebut bertujuan membasmi militan Rohingya yang menyerang pos polisi pada 25 Agustus namun PBB mengatakan kekerasan tersebut merupakan pembersihan etnis.Pekan lalu, pelapor khusus PBB untuk Myanmar, Yanghee Lee mengatakan dia telah dilarang mengunjungi Myanmar. Pemerintah Myanmar juga telah memutus semua kerja sama dengannya.
Advertisement