REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Palestina pada Ahad (24/12) mengecam rencana Israel membangun 300 ribu unit permukiman baru di Yerusalem Timur, dan pada saat yang sama berikrar akan mempertimbangkan kajian menyeluruh mengenai proses perdamaian.
Kementerian Urusan Luar Negeri dan Ekspatriat Palestina mengatakan di dalam satu pernyataan, rencana Israel adalah bagian dari proyek kolonial dan perluasan yang diterapkan pemerintah Israel didorong tindakan paling akhir Presiden AS Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Kementerian itu menganggap Trump sepenuhnya bertanggung jawab atas setiap tindakan baru yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina, tanah mereka dan semua tempat suci.
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada Ahad juga memperingatkan mengenai dampak yang mungkin muncul akibat rencana "Greater Jerusalem" Israel, yang berusaha menghubungkan secara geografis semua permukiman dan memutus semua persinggungan Tepi Barat Sungai Yordan.
Partai Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Fatah, pada Ahad mengatakan Dewan Sentral Fatah akan mempertimbangkan kajian menyeluruh mengenai proses perdamaian Palestina-Israel dalam pertemuan mendatang.
Azzam Al-Ahmad, seorang anggota Komite Eksekutif Fatah, mengatakan kepada Voice of Palestina dewan pimpinan Palestina akan mengkaji hubungannya dengan Israel akibat kegagalan Israel melaksanakan kewajibannya berdasarkan hukum internasional.
Ia menambahkan Palestina akan melancarkan upaya diplomatik lebih lanjut di Sidang Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan PBB bahwa di Mahkamah Pidana Internasional sebagai reaksi terhadap tindakan AS mengenai Yerusalem.
Trump pada Rabu, 6 Desember mengumumkan untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan memerintahkan pemindahan Kedutaan Besar AS ke kota yang menjadi sengketa tersebut.
Israel telah mengklaim seluruh Kota Yerusalem sebagai ibu kotanya yang abadi, sementara rakyat Palestina ingin Yerusalem Timur yang diduduki oleh Israel sejak Perang 1967, sebagai ibu kota negara masa depan mereka. Tindakan itu telah memicu protes luas di negara Arab dan Muslim di seluruh dunia, dan bentrokan rusuh antara pemrotes Palestina dan pasukan keamanan Israel dalam beberapa pekan belakangan.
Dalam penolakan besar terhadap AS, Sidang Majelis Umum PBB dengan suara berlimpah pada Kamis (21/12) menolak tindakan AS baru-baru ini mengenai Yerusalem, dan menuntut semua negara anggota mematuhi resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai status Yerusalem.
Kecaman Dunia dan Negara Adidaya yang Terkucil