Selasa 26 Dec 2017 00:01 WIB

Tantangan Sopir Taksi Perempuan di Pakistan

Rep: Marniati/ Red: Ani Nursalikah
Sopir taksi perempuan, Paxis di Karachi, Pakistan.
Foto: TechTimes
Sopir taksi perempuan, Paxis di Karachi, Pakistan.

REPUBLIKA.CO.ID, KARACHI -- Sopir taksi perempuan di Karachi, Pakistan bertekad tetap menjalankan profesinya meskipun mereka sering menerima pelecehan secara verbal. Mereka sering diejek dan digoda dengan kata-kata vulgar oleh pengguna jalan lainnya.

Kendati demikian, para sopir taksi wanita ini tetap bertekad membawa penumpang wanita dengan rasa aman di tengah kepadatan kota yang tidak ramah. Mereka membawa penumpang perempuan ke kantor, perguruan tinggi dan pesta pernikahan di malam hari.

Sejak Maret, wanita di pusat komersial Pakistan dapat menggunakan taksi merah muda yang disebut Paxis. Taksi ini dapat dipesan melalui aplikasi atau memberhentikan langsung di jalanan.

"Ini (pelecehan) yang kita hadapi adalah bahaya pekerjaan dari pekerjaan ini. Yang terbaik adalah mengabaikan orang seperti itu, mereka akan terbiasa berbagi jalan dengan kita!" kata Shamina Bano (43 tahun).

Dengan mengenakan jilbab merah muda, Bano mengatakan dia meninggalkan pekerjaan sebelumnya sebagai sekretaris pribadi setelah atasannya mulai membuat dirinya tidak nyaman.

Ia mengatakan bekerja di lingkungan yang semuanya perempuan terasa jauh lebih nyaman. Bano mengaku sering

mengantarkan wanita ke pesta pernikahan sampai larut malam selama musim pernikahan dari Desember sampai Maret.

Aplikasi ini akan meminta calon penumpang menyebutkan jumlah penumpang dan apakah ada pria yang menemani mereka. Jika pria berusia antara 12 dan 70 tahun, permintaan akan ditolak.

Sopir Paxis lainnnya, Mehreen Faizan (28) awalnya mengajukan lamaran untuk layanan taksi lain. "Ketika saya tahu saya juga harus mengantar penumpang laki-laki, suami saya tidak begitu senang dengan hal itu. Dia kemudian menyarankan agar saya melamar di sini," katanya.

Kota Karachi memang dikenal tidak aman bagi wanita. Sebuah laporan oleh Pusat Sumber Daya Perkotaan Karachi menyebutkan sebagian besar penumpang perempuan mengalami pelecehan seksual saat menggunakan kendaraan umum.

Sebelum ada Paxis, naik taksi di Karachi juga memberikan pengalaman yang tidak menyenangkan bagi wanita. Mulai dari kondisi taksi yang berantakan dan bau, tersesat di jalanan karena pengemudi menolak menggunakan sistem GPS serta dilirik melalui kaca spion.

Menurut pengguna Paxis, pengemudi wanita bagaimanapun, senang menerima arahan. "Ini sangat meyakinkan dan nyaman," kata dosen perguruan tinggi, Sobia Athar.

Sobia Athar sering menggunakan layanan Pixas meskipun harganya sedikit lebih mahal daripada taksi lainnya. Seorang ibu pemerhati lingkungan dan pekerja Nuzhat Siddiqi mengatakan dia menyukai gagasan pengemudi wanita untuk keluarganya.

"Saya tentu saja tidak akan terlalu tertarik mengirim anak-anak dan remaja atau anak perempuan dengan sopir taksi laki-laki sendirian," katanya.

Pada akhir tahun ini, perusahaan akan melipatgandakan armada mobilnya dari 15 unit pada peluncuran awal menjadi 30 unit.

Menurut pendiri Paxis, Shaikh M Zahid, Paxis akan segera hadir di jalanan Sukkur di provinsi Sindh dan kemudian ke Peshawar yang dekat dengan perbatasan Pakistan dengan Afghanistan. Peshawar terletak di provinsi Khyber Pakhtunkhwa yang sangat konservatif dimana penggunaan cadar diberlakukan.

"Ini memiliki rasio yang jauh lebih tinggi dari wanita berpendidikan, namun karena kurangnya sistem transportasi yang aman, mobilitas mereka sangat terganggu dan potensi mereka menjadi warga produktif menjadi agak hilang," kata Zahid.

Ia mengatakan tantangan dalam menjalankan aplikasi ini yaitu mencari lebih banyak pengemudi wanita. "Awalnya sulit meyakinkan orang tua dan keluarga membiarkan perempuan mereka bekerja seperti ini di Karachi. Namun hari ini, wanita yang sama ini telah menjadi panutan yang sangat kuat bagi orang lain dan responsnya luar biasa," katanya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement