Rabu 27 Dec 2017 02:46 WIB

Pengungsi Rohingya tak Yakin Membaik Jika Pulang Myanmar

Pengungsi Rohingya di kamp pengungsi Balikhali yang disiapkan khusus untuk janda dan anak yatim, Cox's Bazaar, Bangladesh.
Foto: Damir Sagolj/Reuters
Pengungsi Rohingya di kamp pengungsi Balikhali yang disiapkan khusus untuk janda dan anak yatim, Cox's Bazaar, Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengungsi Rohingya yang berada di Bangladesh tak yakin kondisinya akan membaik jika mereka kembali ke Myanmar. Mokhtar Ahmad (30), seorang pengungso Rohingya menegaskan tidak ingin kembali ke Myanmar jika kondisi yang mereka terima nanti masih sama dengan keadaan sebelum mereka mengungsi ke Bangladesh.

"Kalau bisa hidup layak, bisa bekerja, bisa sekolah, bisa beraktivitas tanpa dibatasi, saya mau kembali. Kalau tidak dan masih sama seperti dulu, saya tidak mau," kata Mokhtar yang sempat ditembaki tentara Myanmar saat rumahnya dibakar.

Sebelum mengungsi ke Bangladesh bersama kedua orang tuanya, Mokhtar pernah bekerja enam tahun di Malaysia. "Tetapi saya tidak percaya," kata dia menanggapi janji Myanmar memulangkan pengungsi Rohingya dari Bangladesh.

Bangladesh dan Myanmar pada 23 November 2017 menyepakati pemulangan atau reptariasi pengungsi Rohingya, untuk segera memulai proses pemulangan warga Rohingnya yang melarikan diri ke Bangladesh.

Menyusul tekanan internasional, Myanmar sepakat akan memulihkan situasi di negara bagian Rakhine bagian utara dan mendorong pengungsi Rohingya kembali dengan sukarela dan selamat ke rumah mereka masing-masing.

Ironisnya, Myanmar mengajukan syarat. Mereka hanya mau menerima pengungsi Rohingya jika mereka memiliki bukti-bukti pernah tinggal di negara itu

Emam, pengungsi Rohingya lainnya, setali tiga uang dengan Mokhtar. Emam malah sangat yakin pemerintah Myanmar ingin melenyapkan etnis Rohingya.

"Mereka ingin menghabisi etnis Rohingya. Menurut saya, pemerintah Myanmar tidak akan pernah berpihak kepada Rohingya. Saya juga tidak percaya kalau Aung San Suu Kyi bisa mengatasi krisis Rohingya," tutur Emam.

Meski pesimistis, Emam masih menyimpan mimpinya untuk bisa kembali ke tanah airnya. "Jika saja krisis Rohingya ini benar-benar bisa selesai, saya ingin pindah ke kampung halaman saya. Biar bagaimana un, itu adalah tanah kelahiran saya," kata Emam.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement