REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Aung San Suu Kyi menghindari pembahasan laporan terkait dugaan pemerkosaan yang dialami oleh wanita Rohingya saat bertemu dengan pejabat senior PBB.
Seperti dilansir The Guardian, Selasa (26/12), utusan khusus PBB tentang kekerasan seksual dalam konflik, Pramila Patten, mengunjungi Myanmar selama empat hari pada pertengahan Desember.
Dia mengatakan Aung San Suu Kyi, menolak untuk terlibat dalam diskusi substantif apapun terkait laporan bahwa tentara, polisi penjaga perbatasan dan milisi Buddha Rakhine melakukan kekerasan seksual meluas dan sistematis di negara bagian Rakhine utara .
"Pertemuan dengan konselor negara yang berlangsung 45 menit itu, sayangnya, tidak substantif," tulisnya dalam sepucuk surat yang dikirim ke Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pekan lalu.
Alih-alih membahas klaim secara langsung, Patten mengatakan Aung San Suu Kyi menginformasikan bahwa dia akan menikmati sejumlah pertemuan dengan pejabat senior Myanmar.
Menurut Suu Kyi, perwakilan militer dan pemerintah sipil mengatakan, peristiwa di Rakhine dibesar-besarkan dan dibuat oleh masyarakat internasional.
"Selain itu, sebuah kepercayaan diungkapkan bahwa mereka yang melarikan diri melakukannya karena berafiliasi dengan kelompok teroris, dan melakukannya untuk menghindari penegakan hukum," tulisnya.
Tentara Myanmar telah melakukan kesalahan dalam melakukan penyelidikan internal. Menurut kelompok hak asasi manusia, hal ini dilakukan untuk menutupi kesalahan yang dilakukan militer.
Patten bertemu dengan pemimpin penyelidikan tersebut, Letnan Jenderal Aye Win, yang menjelaskan metodologi mereka.
Menurut Patten, penyelidikan militer, yang terdiri dari orang-orang bersenjata berseragam menginterogasi warga sipil dalam kelompok besar. Mereka kemudian memberikan hadiah kepada masyarakat setelah kesaksian dan kerja sama mereka.
"Dengan demikian, lebih dari 800 wawancara yang dilakukan tidak menghasilkan laporan tentang kekerasan seksual atau lainnya terhadap warga sipil oleh pasukan bersenjata dan keamanan," katanya.
Patten juga mengungkapkan keprihatinannya tentang rencana untuk pemulangan kembali Rohingya ke Myanmar, dengan alasan iklim impunitas yang berlaku di negara tersebut. Bangladesh dan Myanmar telah menyetujui pemulangan Rohingya yang dijadwalkan dimulai pada akhir Januari.