REPUBLIKA.CO.ID, KUTUPALONG -- Abdul Hasan dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk menonton video-video lama di ponselnya. Video itu diambil saat ia masih menjalani kehidupan normal di rumahnya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
"Hati saya sakit mengingat desa saya, rumah saya. Itulah mengapa kami membawa kenangan ini, video ini, dari Myanmar," ujar pengungsi Rohingya yang masih berusia 16 tahun itu di sebuah kamp pengungsian di Bangladesh.
Sejak akhir Agustus lalu, ratusan ribu Muslim Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari operasi militer pasukan keamanan Myanmar. Kehidupan lama mereka, rumah, ternak, desa, semuanya, telah hilang. Yang tersisa hanyalah ingatan.
Namun jika beruntung, beberapa kenangan masih tersimpan di ponsel mereka. Sejumlah pengungsi berhasil membawa ponsel sebelum melarikan diri ke Bangladesh, seperti Hasan.
Salah satu video yang dimiliki Hasan menunjukkan kenangan saat ia sedang melakukan 'pesta kelapa'. Sebuah lagu terdengar menemani Hasan dan teman-temannya yang memakan kelapa sambil bercengkrama dan tertawa. "Ketika saya menonton video ini, saya memikirkan negara saya, Myanmar. Ini sangat menghancurkan hati saya," ungkap Hasan.
Mohammad Fahid (15 tahun) juga sering membuka kembali foto-foto dan video-video lama di ponselnya. Dia mengaku sangat merindukan teman-temannya dan merindukan sekolah. "Saya sering berbagi banyak waktu dan tawa dengan teman-teman saya. Saya tidak bisa melakukannya lagi di sini. Dulu kami bisa pergi ke sekolah, sekarang kami tidak bisa. Jadi itu sebabnya saya menyimpan foto-foto ini. Untuk mengingat," kata Fahid.
Hanya ada sedikit pekerjaan untuk pengungsi dewasa di kamp pengungsian. Namun anak-anak yang berjumlah 60 persen dari seluruh pengungsi, tidak pergi ke sekolah, sehingga mereka memiliki banyak waktu untuk membuka kembali kenangan lama di ponsel yang dibawa.
Akan tetapi, tidak semua kenangan di dalam ponsel itu membahagiakan. Mujib Ullah (22) duduk bersama saudara perempuannya di tempat tinggal baru mereka, yaitu sebuah kamp penampungan gelap yang terbuat dari bambu dan lembaran plastik.
Ullah kemudian menunjukkan video penduduk Desa Borgiyabil di Myanmar yang sedang panik karena mencoba memadamkan api, setelah tentara membakar rumah mereka dengan bom molotov. Penduduk desa menggunakan ember pasir dan air untuk memadamkan api, tapi rumah-rumah itu terus menyala.
Beberapa jam setelah mengambil video itu, Ullah kembali ke desanya sendiri dan menemukan banyak tetangganya yang berada di luar rumah. Ternyata tentara Myanmar saat itu sedang menembaki warga desanya. "Beberapa orang mampu menyelamatkan diri mereka sendiri, yang lain tidak bisa. Saudara saya tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Dia dipenuhi dengan peluru," ujar Ullah.