REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Menteri transportasi Israel Yisrael Katz berencana menggali terowongan kereta api di bawah Kota Tua Yerusalem. Salah satu stasiun di sebelah Tembok Barat akan diberi nama stasiun Donald Trump.
Dilansir BBC, Rabu (27/12), Yisrael Katz mengatakan dia ingin menghormati presiden AS tersebut karena keputusannya yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Tembok Barat adalah situs tersuci di mana orang Yahudi diizinkan untuk beribadah.
Terowongan kereta api dan stasiun kereta api yang diusulkan akan menjadi bagian perpanjangan jalur berkecepatan tinggi dari Tel Aviv yang akan dibuka tahun depan. Katz mengatakan kepada surat kabar Israel Yedioth Ahronoth bahwa perpanjangan jalur Tel Aviv-Yerusalem adalah proyek nasional terpenting dari kementerian transportasi.
Dia mengaku telah menyetujui sebuah rekomendasi dari komite Kereta Api Israel untuk membangun terowongan bawah tanah 3 km dari stasiun Binyanei HaUma di Yerusalem Barat ke Tembok Barat, yang berada di Yerusalem Timur yang diduduki.
Terowongan itu akan memiliki dua stasiun sekitar 52m di bawah tanah. Yang pertama stasiun Pusat Kota di mana jalan Jaffa dan King George bersimpangan. Dan terakhir stasiun Donald Trump di dekat sebuah jalan kuno di Kawasan Yahudi Kota Tua yang disebut Cardo.
"Kotel Tembok Barat adalah tempat paling suci bagi orang-orang Yahudi, dan saya telah memutuskan untuk memberi nama stasiun kereta yang menuju ke sana yaitu Presiden AS Donald Trump, sebagai pengakuan atas keputusan berani dan bersejarahnya untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel," ujar Katz.
Sebelumnya, Israel telah melakukan penggalian di sekitar kompleks di balik Tembok Barat, yang dikenal sebagai Tempat Suci umat Islam dan Yahudi. Hal ini telah memicu demonstrasi dari orang Palestina. Badan budaya PBB UNESCO, yang telah menunjuk Kota Tua sebagai situs warisan dunia, juga telah menyatakan keprihatinannya tentang pembangunan terowongan dan penggalian yang dilakukan Israel.
Pernyataan Trump awal bulan ini, serta keputusannya untuk memulai persiapan pemindahan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, dikecam oleh para pemimpin Palestina dan memicu demonstrasi kekerasan di Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza.
Pekan lalu, negara-negara anggota PBB memilih secara meyakinkan di Majelis Umum untuk mendukung sebuah resolusi yang secara efektif menyatakan deklarasi AS tersebut tidak sah dan tidak berlaku lagi. Majelis juga menuntut agar AS membatalkan keputusannya.
AS menolak resolusi tersebut, dengan mengatakan bahwa pihaknya hanya menjalankan haknya sebagai negara yang berdaulat, dan mengancam untuk memotong bantuan keuangan ke negara-negara yang mendukung resolusi.
Status Yerusalem merupakan jantung utama konflik Israel-Palestina. Israel menganggap Yerusalem sebagai ibukota "abadi dan tak terbagi", sementara Palestina mengklaim Yerusalem Timur - yang diduduki oleh Israel dalam perang Timur Tengah 1967 - sebagai ibu kota negara masa depan mereka.
Kedaulatan Israel atas Yerusalem tidak pernah diakui secara internasional, dan sesuai dengan kesepakatan damai Israel-Palestina 1993, status terakhir Yerusalem dimaksudkan untuk dibahas dalam perundingan damai tahap akhir.
Sejak 1967, Israel telah membangun belasan permukiman, rumah bagi sekitar 200 ribu orang Yahudi, di Yerusalem Timur. Hal ini dianggap ilegal menurut hukum internasional, meski Israel membantahnya.