Kamis 28 Dec 2017 12:03 WIB

Raja Saudi dan PM Turki Bertemu Bahas Palestina

Red: Nur Aini
Raja Salman
Foto: Reuters
Raja Salman

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Perdana Menteri Turki Binali Yildirim dan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz pada Rabu (27/12)membahas perjuangan Palestina dan persepsinya di negara-negara Muslim.

Yildirim bertemu Abdulaziz di ibu kota Saudi, Riyadh, dalam rangkaian dari kunjungan resmi ke negara tersebut. Kedua pemimpin tersebut membahas pentingnya status Yerusalem selama pertemuan tertutup satu jam, kata sumber yang menolak disebutkan namanya karena pembatasan berbicara kepada media.

Mereka juga sepakat bahwa negara-negara Muslim harus mengambil sikap bersama mengenai perlindungan hak-hak orang-orang Palestina. Mereka menambahkan bahwa penolakan minggu lalu oleh Majelis Umum PBB atas langkah Amerika Serikat terkait Yerusalem mengirim pesan kuat dari masyarakat internasional.

Hubungan bilateral dan hubungan sejarah serta agama yang mengakar antara Turki dan Arab Saudi juga dibahas dalam pertemuan tersebut. Yildirim juga dijadwalkan bertemu Putra Mahkota Mohammed bin Salman saat berkunjung ke Riyadh.

Pada 6 Desember, Presiden A.S. Donald Trump mengumumkan keputusannya - meski mendapat tentangan di seluruh dunia - untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaan Washington dari Tel Aviv ke Yerusalem. Pekan lalu, Majelis Umum PBB mengesahkan sebuah resolusi dengan mayoritas besar untuk menentang langkah itu.

Sebanyak 128 negara menentang Presiden Donald Trump dan mendukung resolusi Majelis Umum PBB, yang mendesak agar Amerika Serikat menarik pengakuannya atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Sementara itu, Trump telah mengancam akan memutus bantuan keuangan terhadap negara-negara yang mendukung resolusi yang tidak mengikat itu.

Dalam pemungutan suara, 128 negara menyatakan dukungan terhadap resolusi, sembilan negara menolak dan 35 lainnya abstain. Sebanyak 21 negara tidak memberikan suaranya.

Ancaman Trump itu terlihat memberikan dampak pada hasil pemungutan suara. Jumlah negara yang menyatakan abstain dan menolak resolusi lebih banyak dibandingkan dengan yang biasanya terjadi pada saat pemungutan suara digelar atas rancangan resolusi-resolusi yang berkaitan Palestina.

Meskipun demikian, Washington dikucilkan oleh banyak negara Barat dan Arab sekutunya, yang memberikan suara dukungan terhadap resolusi. Beberapa di antara negara sekutu itu, seperti Mesir, Jordania dan Irak, merupakan penerima bantuan militer atau ekonomi dalam jumlah terbesar dari AS.

Juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas --yang didukung Barat-- menggambarkan hasil pemungutan suara itu sebagai "kemenangan bagi Palestina". Yerusalem merupakan kota suci bagi kalangan Muslim, Yahudi dan Kristen.

Di antara negara yang menyatakan abstain dalam pemungutan suara pada Kamis adalah Australia, Kanada, Meksiko, Argentina, Kolombia, Republik Ceko, Hongaria, Polandia, Filipina, Rwanda, Uganda dan Sudan Selatan. Guatemala, Honduras, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Palau, Nauru dan Togo bergabung dengan Amerika Serikat dan Israel menyatakan menolak resolusi.

Resolusi yang disahkan pada Kamis itu "menegaskan bahwa keputusan atau tindakan apa pun yang bermaksud mengubah karakter, status atau susunan demografi Kota Suci Yerusalem tidak memiliki pengaruh hukum, gugur dan harus dibatalkan."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement