REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan ambisi militer Cina saat ini semakin jelas, tetapi ketegangan antara Taiwan dan Cina tidak boleh diselesaikan melalui agresi militer. Tsai telah menghadapi permusuhan yang semakin meningkat dengan Cina sejak dia memenangkan pemilihan umum awal tahun lalu.
Cina mencurigai Tsai, yang berasal dari Partai Progresif Demokratik pro-kemerdekaan, ingin mendorong kemerdekaan resmi Taiwan. Selama ini Beijing selalu menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya.
"Kegiatan militer Cina tidak hanya mempengaruhi situasi di Selat Taiwan, tapi juga di seluruh Asia Timur. Ini bukan masalah yang dihadapi sendirian oleh Taiwan," kata Tsai kepada wartawan, Jumat (29/12).
"Semua negara di kawasan ini yang menginginkan kedamaian dan stabilitas, tentu memiliki konsensus dan Cina tidak dapat mengabaikan hal ini. Masalah lintas selat mutlak tidak dapat diselesaikan melalui agresi militer namun melalui cara damai," ungkap Tsai.
Meski demikian, Tsai mengatakan Taiwan tidak akan pasif dalam menghadapi Cina yang lebih agresif. "Selama tahun lalu, semangat militer kita terus meningkat, dukungan untuk militer kita juga terus meningkat. Inilah hal yang paling memuaskan sejak saya menjadi presiden. Dengan ini saya umumkan, anggaran pertahanan tahunan kita akan tumbuh dengan mantap di dalam kisaran yang masuk akal," ujarnya.
Kementerian Pertahanan Taiwan memperingatkan, ancaman militer Cina semakin hari semakin besar. Angkatan udara Cina telah melakukan 16 kali latihan yang dekat dengan Taiwan selama setahun terakhir ini. Beijing mengatakan latihan itu adalah latihan rutin dan Taiwan akan terbiasa dengan mereka.
"Kami tinggal di lingkungan geopolitik yang berubah dengan cepat. Ambisi Cina dalam agresi militer di kawasan ini menjadi lebih jelas. Terbukti dengan aktivitas angkatan udara dan angkatan darat yang sering dilakukan oleh Tentara Pembebasan Rakyat," kata Tsai.
Tsai menekankan, dia menginginkan perdamaian di Selat Taiwan, tetapi juga berjanji akan mempertahankan keamanan Taiwan. Taiwan dilengkapi dengan sebagian besar senjata buatan AS dan telah menekan Washington untuk menjual peralatan yang lebih canggih.