REPUBLIKA.CO.ID, KAYSERI - Iminjin Qari merasa optimis saat ia pergi ke Bandara Istanbul dengan tiga bus kosong untuk sebuah tugas sederhana, yaitu menjemput sekitar 200 warga Muslim Uighur. Mereka telah meninggalkan Cina untuk mencari suaka di Turki dan mendapatkan tempat yang lebih aman.
Qari yang juga seorang imigran Uighur, berencana untuk membawa para pendatang itu ke Kota Kayseri. Di Kayseri, pemerintah Turki telah menyiapkan apartemen kosong untuk pemukiman sejumlah Muslim Uighur. Saat tiba di bandara, ia terkejut. Sekitar 20 pria sudah ada di sana dan menyapa para pendatang ketika mereka keluar. Ke-20 pria itu ternyata adalah perekrut anggota kelompok militan ISIS.
"Bergabunglah dengan kami. Semuanya sudah diatur: perumahan, uang, semuanya," ujar pria-pria itu.
Qari hanya bisa menyaksikan para pendatang itu, pria, wanita, dan anak-anak, setuju untuk membawa harta benda mereka menuju sejumlah mobil van yang menjanjikan akan membawa mereka ke tempat bernama surga, yaitu Suriah. Saat warga Muslim Uighur berbondong-bondong melarikan diri dari kekerasan yang dilakukan pasukan keamanan Cina, mereka sering kali masuk ke dalam perangkap kelompok militan Suriah. Para pemimpin moderat diaspora Uighur telah memohon agar mereka menolak seruan untuk jihad.
Perang di Suriah telah mendorong Uighur, yang merupakan etnis minoritas di ujung Cina, untuk ikut serta dalam gerakan jihad global. Beberapa ribu pria, wanita, dan anak-anak Uighur diperkirakan telah melintasi perbatasan untuk bergabung dengan Partai Komunis Turkistan (TIP), milisi etnis Uighur yang bersekutu dengan Alqaidah.
"Kami kalah dalam pertempuran deradikalisasi. Mengapa? Karena kami tidak bisa meyakinkan rakyat kami bahwa harapan dan hak asasi manusia masih ada di dunia ini," kata Seyit Tumturk, seorang aktivis Uighur, dalam sebuah wawancara di Kayseri baru-baru ini.
Penyebaran ekstremisme telah menimbulkan kekhawatiran bagi banyak pemimpin Uighur yang diasingkan. Mereka mengatakan hal itu telah menyebabkan kehancuran bagi komunitas mereka. Namun mereka dihadapkan dengan generasi muda yang tidak memiliki masa depan di bawah salah satu pemerintahan otoriter paling kuat di dunia, yaitu Cina. Selain itu, Uighur juga merasa diabaikan oleh belahan dunia lainnya.
Masyarakat Uighur melarikan diri dari Cina melalui jalur kereta api bawah tanah yang berbahaya. Mereka melintasi beberapa negara Asia Tenggara dan mendarat di Turki untuk mencari kebebasan seperti yang ditawarkan oleh Kayseri. Di Turki, Tumturk bekerja dengan Qari, yang sehari-hari bertindak sebagai imam masjid dan dokter herbal tradisional. Ia juga menjabat sebagai pengawas komunitas Uighur yang kini jumlahnya lebih dari 2.000 orang.