REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara mengatakan tidak akan pernah menyerah untuk terus mengembangkan nuklir meski Amerika Serikat dan sekutunya terus mengancam dan melakukan latihan perang di Semenanjung Korea. Korea Utara melakukan uji coba nuklir yang paling kuat pada September lalu dan meluncurkan tiga rudal balistik antarbenua ke laut pada Juli dan November. Peluncuran ini mengindikasikan bahwa program senjata nuklir Korea Utara mampu menargetkan daratan Amerika Serikat.
Uji coba agresif tersebut telah menyebabkan Korea Utara mendapat lebih banyak sanksi dan tekanan internasional. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terkait tertutupnya peluang untuk melakukan negoisasi. AS dan Korea Selatan telah menyatakan bahwa mereka tidak akan bernegosiasi dengan Korea Utara kecuali jika Korea Utara bersedia untuk membahas pembatasan program senjata nuklir dan misilnya.
Dalam laporannya Sabtu, Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA) mengatakan Korea Utara telah mengambil langkah-langkah untuk memperkuat kemampuan dalam melakukan pertahanan diri dan serangan pre-emptive dengan kekuatan nuklir dalam menghadapi ancaman nuklir dan latihan perang yang terus berlanjut dari Amerika Serikat dan sekutunya.
Korut sering kali mengkritik latihan militer tahunan antara Amerika Serikat dan Korea Selatan, yang oleh para sekutunya digambarkan bersifat defensif.
KCNA menuduh Presiden Donald Trump menggunakan kebijakan permusuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Korea Utara dan mengancamnya dengan pembicaraan mengenai serangan pre-emptive. Ini menggambarkan Korea Utara sebagai negara strategis dan tenaga nuklir baru yang tak terbantahkan.
"Jangan mengharapkan adanya perubahan dalam kebijakannya, entitasnya sebagai kekuatan yang tak terkalahkan tidak dapat dirusak," kata KCNA.
Menurut KCNA, Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK)sebagai negara senjata nuklir yang bertanggung jawab, akan memimpin tren sejarah ke jalan kemerdekaan.