REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Menteri Pertahanan AS James Mattis membela keterlibatan negaranya dalam perang Yaman. Ia mengatakan, Washington akan melakukan apapun yang mereka bisa untuk mengurangi jatuhnya korban sipil.
Lebih dari 10 ribu orang terbunuh di Yaman sejak koalisi militer pimpinan Arab Saudi mulai mengebom negara itu pada Maret 2015. Mereka bertujuan untuk mengekang pemberontak Houthi yang didukung Iran.
"AS akan menunjukkan kepada koalisi pimpinan Saudi bagaimana menggunakan intelijen sehingga mereka tidak akan membunuh warga sipil saat menyerang pasukan Houthi," ujar Mattis kepada wartawan di Pentagon, dikutip Aljazirah.
Mattis juga mengkritik pasukan Houthi karena telah menyimpan senjata di daerah pemukiman penduduk. Ia mengatakan hal tersebut akan percuma jika mereka memang benar mengkhawatirkan adanya korban sipil.
Ia menegaskan, AS akan terus mengejar solusi diplomatik untuk mengakhiri perang. Yaman telah hancur akibat konflik sejak pemberontak Houthi, yang bersekutu dengan pasukan yang setia kepada mendiang mantan Presiden Ali Abdullah Saleh, berhasil menguasai wilayah-wilayah luas di negara tersebut, termasuk ibu kota Sanaa.
Sebagai tanggapan, Arab Saudi meluncurkan serangan udara besar melawan pemberontak itu pada Maret 2015. Serangan tersebut ditujukan untuk memulihkan pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Sejak saat itu, Houthi telah kehilangan sebagian besar wilayah selatan Yaman. Namun mereka tetap memegang kendali atas ibu kota Sanaa dan sebagian besar wilayah utara.
Perang tersebut telah menyebabkan setidaknya 5.000 anak-anak meninggal atau terluka. Lebih dari 11 juta anak membutuhkan bantuan kemanusiaan, menurut UNICEF.
Negara ini juga menghadapi wabah kolera yang mematikan, konsekuensi langsung dari perang tersebut, yang telah menewaskan sekitar 2.000 orang dan menjangkiti lebih dari satu juta orang sejak April lalu.
Sebuah pernyataan yang dirilis oleh koordinator kemanusiaan PBB untuk Yaman, Jamie McGoldrick, mengatakan serangan udara koalisi pimpinan Saudi telah membunuh lebih dari 100 warga sipil di Yaman dalam 10 hari terakhir.
"Perang tidak masuk akal ini hanya akan mengakibatkan kehancuran negara dan penderitaan untuk rakyatnya, sebagai bagian dari kampanye militer yang sia-sia oleh kedua belah pihak," kata McGoldrick.
Pada 26 Desember saja, sebuah serangan udara di sebuah pasar di Provinsi Taiz telah menewaskan 54 orang, termasuk delapan anak-anak. Sementara serangan terpisah di Provinsi al-Hudaydah telah mengakibatkan 14 kematian.
"Saya mengingatkan semua pihak dalam konflik tersebut, termasuk koalisi pimpinan Saudi, tentang kewajiban mereka berdasarkan Hukum Humaniter Internasional untuk membebaskan masyarakat sipil dan infrastruktur sipil dan untuk selalu membedakan antara benda sipil dan militer," ungkap McGoldrick.