REPUBLIKA.CO.ID,YERUSALEM -- Pusat Penelitian Tanah Palestina (LRC) mengeluarkan hasil pemantauannya selama 2017, bahwa Israel telah merenggut sebanyak 1.012,5 hektare tanah milik rakyat Palestina. Selain itu Israel juga telah menghancurkan 500 bangunan lalu membangun delapan unit permukiman Israel baru pada 2017.
Menurut laporan tersebut, yang dikutip Anadolu Agency, Senin (1/1), tujuan Israel menyita tanah Palestina itu untuk tujuan militer, dan juga untuk membangun unit permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Laporan itu juga mencatat sebanyak 900 insiden kekerasan dan serangan dari pasukan Israel di Masjid Al Aqsa di Yerusalem Timur.
Selain itu lembaga hukum Palestina dan Israel juga menyimpulkan bahwa kegiatan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur meningkat sampai tiga kali lipat selama 2017 ini, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara menurut laporan dari pergerakan Peace Now, Israel menyetujui pembangunan 1.982 rumah pada 2015, 2.629 pada 2016 dan meningkat pesat pada 2017 menjadi 6.500 rumah.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Israel Yoav Galant pada 24 Desember telah mengumumkan rencana pemerintah Israel untuk membangun 300 ribu unit perumahan baru di Yerusalem Timur dan Tepi Barat yang diklaim dengan nama 'perumahan di tanah Yerusalem bersatu, ibu kota Israel.'
Pemerintah Israel di bawah kepemimpinan Benjamin Netanyahu baru-baru ini mempercepat pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Telah dinyatakan oleh mereka bahwa Israel telah mendirikan 131 permukiman di Tepi Barat, 10 permukiman di Yerusalem Timur dan 116 permukiman di wilayah Bukit Tepi Barat sejak 1967.
Dikatakan pula bahwa Israel ingin membawa jumlah pemukim ke Tepi Barat mencapai satu juta pemukim dalam waktu singkat. Sementara setengah juta penduduk saat ini tinggal di permukiman Yahudi di tanah Palestina, dan sebanyak 220 ribu penduduk di petmukiman di Yerusalem Timur.
Kegiatan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur dianggap sebagai salah satu hambatan paling penting dalam langkah perundingan damai Israel-Palestina yang dihentikan pada April 2014.
Seperti dilaporkan Alaraby, pengambilan tanah Palestina tersebut biasanya dilakukan dengan paksa. Menjadi hal biasa bagi bagi pasukan Israel menghancurkan bangunan-bangunan milik rakyat Palestina dengan dalih tidak memiliki izin atau memberikan izin bangunan dengan berbagai macam pajak dan biaya yang mencapai puluhan ribu dolar.
Sehingga rakyat Palestina keberatan atau tidak terjangkau bagi mereka. Karena, dalam kasus di Hebron, sekitar 77 persen penduduk di sana hidup di bawah garis kemiskinan.
Pada satu kasus di Hebron, perebutan secara ilegal oleh pasukan militer Israel tersebut dilakukan dengan memasang karavan di daerah yang menghadap Kota Tua tersebut, sebagai tanda pendudukan. Hebron dikenal sebagai kota dengan tingkat permusuhan tinggi karena padatnya permukiman di sana. Pos-pos militer biasanya dibangun untuk melindungi permukim Israel dan melancarkan agresi mereka terhadap warga sipil Palestina.
Sejak pengumuman pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada 6 Desember, Yerusalem semakin gencar dalam melakukan pembangunan permukiman. Seperti rencana pembangunan permukiman yang telah diumumkan oleh Galant tersebut.