REPUBLIKA.CO.ID, KBRI keluarkan imbauan berhati-hati di Iran.
TEHERAN -- Aksi demonstrasi antipemerintah di Iran terus bergelora di berbagai daerah pada hari keenam sejak dimulai pekan lalu. Jumlah korban meninggal dunia terus meningkat, menyusul bentrokan selepas aksi-aksi unjuk rasa yang disebut lebih akbar dari demonstrasi selepas Pemilihan Umum 2009.
Meski telah dimulai sejak pekan lalu, para demonstran seperti tidak menunjukkan kehilangan momentumnya. Media-media Iran mengabarkan, sedikitnya sembilan orang meninggal dunia dalam gelombang unjuk rasa pada Senin (2/1). Jumlah itu menggenapi jumlah korban meninggal dunia sejak pekan lalu menjadi 21 orang.
Stasiun televisi pemerintah melaporkan, enam demonstran tewas dalam serangan ke kantor polisi di Qahdarijan pada Senin (1/1). Pemerintah mengklaim, mereka mencoba mencuri senjata dari fasilitas publik tersebut. Sedangkan di Khomeinshahr, seorang remaja laki-laki berusia 11 tahun dan pria berusia 20 tahun juga terbunuh.
Seorang anggota paramiliter Iran Garda Revolusi juga dilaporkan tewas di Najafabad. Kantor berita semi-resmi ILNA melaporkan, sebanyak 450 pengunjuk rasa juga ditangkap aparat keamanan dengan tudingan merusak fasilitas umum.
Di ibu kota, Teheran, polisi menggunakan tembakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan demonstrasi di dekat alun-alun Engheleb. "Ini lebih baik daripada diam," kata salah satu pengunjuk rasa muda, Milad, kepada Aljazirah, dilaporkan pada Selasa (2/1). Matanya terlihat kemerahan karena terkena gas air mata.
Aksi unjuk rasa pertama kali dilakukan warga di kota terbesar kedua Iran, Masshad, Kamis (28/12) pekan lalu. Aksi unjuk rasa tanpa kepemimpinan yang jelas itu memprotes kenaikan harga-harga bahan pokok dan tingginya tingkat pengangguran, serta korupsi di pemerintahan. Unjuk rasa itu kemudian meluas ke berbagai kota lain dan berkembang menjadi demonstrasi politik antipemerintah.
Kemarahan warga tersebut ditujukan, baik kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei maupun Presiden Iran Hassan Rouhani. Dalam sistem politik wilayatul fakih Iran, Khamenei yang dipilih Dewan Pakar memiliki kewenangan lebih besar ketimbang Presiden Rouhani yang sedianya berhaluan reformis.
Para pengunjuk rasa juga menyatakan keberatan dengan aksi-aksi Iran di regional di tengah kondisi ekonomi dalam negeri. Iran sejak beberapa tahun lalu diindikasikan ikut memasok senjata dan melatih petempur pemberontak di Yaman dan petempur propemerintah di Suriah.
Sebagian pengamat politik menilai, kemarahan rakyat dipicu harapan tinggi soal membaiknya perekonomian selepas kesepakatan nuklir dengan Amerika Serikat (AS) yang tak tercapai. Bagaimanapun, aksi-aksi unjuk rasa tersebut secara terbuka didukung Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu dan Presiden AS Donald Trump.
Akhir pekan lalu, Pemerintah Iran telah memblokir akses ke media sosial, termasuk Telegram dan Instagram. Namun, pemerintah menegaskan pemblokiran tersebut dilakukan hanya untuk sementara, setidaknya hingga pergolakan selesai.
Dalam pernyataan perdananya sejak gelombang unjuk rasa, Khamenei menuding musuh-musuh Iran sebagai pemicu aksi unjuk rasa. “Pada hari-hari belakangan, musuh-musuh Iran menggunakan berbagai alat termasuk uang, senjata-senjata, politik, dan intelijen untuk menciptakan persoalan di Iran,” tulis Khamenei dalam situs resminya. Ia menjanjikan akan memberikan pernyataan lengkap bila waktunya tepat.
Sedangkan Presiden Iran Hassan Rouhani berupaya mengecilkan aksi demonstrasi belakangan. "Bangsa besar kita telah menyaksikan sejumlah insiden serupa pada masa lalu dan telah menangani mereka dengan nyaman. Ini bukan apa-apa," katanya dalam sebuah pertemuan dengan Parlemen Iran, Senin (1/1).
Rouhani meminta pemerintahannya untuk tetap tenang berkaitan dengan demonstrasi spontan yang telah meluas tersebut. Rouhani mengakui, rakyat Iran memiliki hak untuk melakukan demonstrasi secara legal, tapi dia juga mendesak bahwa persatuan nasional sebagai langkah pertama dan paling penting dalam tahap ini.
Sementara itu, pihak Kedutaan Besar RI (KBRI) untuk Iran di Teheran mengimbau warga Indonesia yang berada di negara itu berhati-hati. Hal tersebut sehubungan aksi-aksi unjuk rasa yang terus memanas. Warga Indonesia diingatkan selalu membawa kartu identitas guna menghindari pemeriksaan mendadak. Kementerian Luar Negeri Bahrain juga meminta warganya tak melakukan perjalanan ke Iran. (Pengolah: fitriyan zamzami).