REPUBLIKA.CO.ID, PORT MORESBY -- Pihak berwenang di Papua Nugini telah memperingatkan warga yang tinggal di dekat gunung berapi Kadovar untuk mempersiapkan situasi yang terburuk, menyusul kekhawatiran letusan di gunung api tersebut dapat memicu tsunami.
Gunung berapi yang sudah lama tidak aktif itu kembali bergemuruh pada akhir pekan lalu, dan menghamburkan abu vulkanik ke langit serta memaksa sekitar 700 orang warga mengungsi ke sebuah pulau didekatnya. Seluruh daratan di Pulau Kadovar pada dasarnya hanyalah gunung berapi setinggi 365 meter yang berada di lepas pantai utara Papua Nugini.
Video yang diambil saat pemindaian udara di pulau itu pada Sabtu (6/1) menunjukkan kepulan asap dan abu dari kubahnya yang spektakuler. Ricky Wobar, Administrator Distrik untuk Wewak - kota terbesar di daratan di Pulau Kadovar – berada di dalam pesawat tersebut.
"Gunung berapi itu meniupkan abu, abu yang sangat tebal dimulai pada Jumat (5/1) sekitar pukul 11. Asap gunung berapi itu sangat tebal, dan abu diembuskan keluar dari dalam gunung berapi. Tidak ada lahar sebenarnya tapi hanya abu dan asap tebal saja," katanya.
Ricky Wobar mengatakan hampir 700 orang warga yang tinggal di pulau itu telah mengungsi, mereka mengayuh perahu ke pulau Blup Blup di dekatnya.
"Jika tidak ada inisiatif evakuasi dengan kapal, pasti akan ada bencana yang sangat serius. Mereka juga menggunakan kano kecil, mengayuh perahu ke Blup Blup, ada sebuah perahu kecil tapi tanpa mesin," katanya.
Letusan terakhir Gunung Kadovar diperkirakan 300 tahun yang lalu
Tidak ada catatan kejadian gunung berapi di Pulau Kadovar yang meletus pada masa-masa belakangan ini - namun catatan sejarah menunjukkan ini bisa menjadi salah satu dari dua "pulau yang terbakar" yang pernah disebutkan oleh penjelajah Inggris abad ke 17, Willliam Dampier.
Terjadi peningkatan aktivitas termal di lokasi ini pada akhir tahun 1970-an dan peningkatan frekuensi gempa pada pertengahan 2015, namun keduanya akhirnya menghilang. Gunung api Pulau Kadovar tidak terdaftar sebagai salah satu dari 16 gunung berapi di Papua Nugini yang dianggap aktif dan tidak dipantau secara rutin.
Steve Saunders, seorang Pengawas Utama Geofisika dan Penjabat sementara di Observatorium Gunung Rabaul mengatakan gunung berapi tersebut dianggap "berpotensi aktif" sebelum kejadian minggu lalu. "Pulau Kadovar sangat terpencil dan logistik untuk benar-benar secara fisik sampai di sana, atau memasang peralatan disana, sangat sulit," katanya.
Saunders mengatakan karena kurangnya peralatan, sulit untuk memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya. "Dua hal bisa terjadi, kenaikan magma bisa mengalami kemacetan dan itu akan berhenti dan semoga magma akan mendingin dan semuanya akan kembali normal," katanya.
"Atau magma akan terus muncul ke permukaan ... dan karena jumlah waktu sejak letusan terakhir, magma kemungkinan akan kaya dengan kandungan gas dan letusannya akan cukup keras."
Untuk saat ini para ilmuwan hanya bisa memantau gunung berapi itu dari satelit atau pemantauan udara, namun Saunders mengatakan bahwa pihak berwenang mencoba untuk mendapatkan peralatan yang sesuai ke pulau itu. "Kami sedang mencari dana, organisasi pemerintah berusaha mengumpulkan uang disini dan kami memiliki donor dari luar negeri yang mungkin dapat membantu jika kami perlu untuk meminta bantuan mereka."
Kemungkinan tsunami saat gunung meletus
Matthew Moihoi, seismolog di Observatorium Geofisika Papua Nugini di Port Moresby mengatakan ada kegiatan yang lebih serius yang bisa menimbulkan tsunami. "Dasar [dari gunung berapi Pulau Kadovar] itu ada di bawah dasar laut, dan jika ada kemungkinan letusan akan meningkat maka kemungkinan juga akan ada potensi terjadinya keruntuhan kaldera," katanya.
"Dan jika memang demikian yang terjadi maka pasti akan menghasilkan tsunami dan kemudian akan mempengaruhi masyarakat luas."
Steve Saunders dari Observatorium Gunung Rabaul sepakat dengan kemungkinan ini. "Besarnya tsunami akan bergantung pada berapa banyak bahan yang masuk ke air," katanya.
"Jadi bisa saja tanah longsor kecil dapat menyebabkan riak yang mungkin Anda lihat di pantai, atau jika sebagian besar gunung berapi jatuh, akan ada tsunami yang lebih besar."
Melalui pemerintah provinsi di Papua Nugini, Saunders mengatakan observatorium tersebut telah menyarankan warga setempat untuk bersiap menghadapi kemungkinan terjadinya tsunami. "Kami pada dasarnya harus mempersiapkan skenario terburuk, kami tidak bisa hanya mengatakan bahwa kami berharap ini akan menjadi letusan yang berskala kecil," katanya.
"Kami hanya mengatakan persiapkan diri anda untuk kemungkinan tsunami, dan tentu saja itu adalah hal yang sangat sulit untuk dikatakan karena kami mencoba untuk tidak membuat panik warga, tapi kami ingin warga juga bersiap-siap seandainya memang akan terjadi hal yang demikian."
Otoritas provinsi berupaya memberikan bantuan kepada orang-orang yang kehilangan tempat tinggal dan menyelenggarakan pertemuan untuk mendiskusikan apa lagi yang akan dibutuhkan dalam beberapa hari dan minggu mendatang. "Kami telah mengerahkan tiga perahu kecil dengan personil polisi, sekarang mereka berada di pulau ini dan sedang menilai situasi, dan memastikan semua orang telah dievakuasi," kata Wobar.
"Kami pasti akan menyediakan pasokan bantuan, seperti bahan makanan, obat-obatan, tempat berlindung, wadah air dan persediaan bantuan lainnya."
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.