Jumat 12 Jan 2018 03:47 WIB

Penyelidikan Vaksin DBD, Filipina Gali Dua Makam Anak

Petugas kesehatan Manila menunjukkan vaksin anti-DBD yang ditarik dari peredaran ke dalam lemari pendingin di Manila, Selasa (5/12).
Foto: Bullit Marquez/AP
Petugas kesehatan Manila menunjukkan vaksin anti-DBD yang ditarik dari peredaran ke dalam lemari pendingin di Manila, Selasa (5/12).

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Sebuah lembaga pemerintah Filipina pada Kamis (11/1), menggali makam jenazah dua anak-anak yang orang tuanya menduga mereka meninggal karena demam berdarah setelah menerima vaksin baru melawan penyakit tersebut, meskipun pembuatnya mengatakan vaksinnya tidak diketahui menyebabkan kematian.

Lebih dari 800 ribu anak-anak Filipina yang berusia sembilan tahun atau lebih menerima vaksin Dengvaxia tahun lalu dalam upaya imunisasi pemerintah terhadap penyakit tropis yang dibawa oleh nyamuk yang membunuh sekitar 20 ribu orang per tahun.

Departemen Kesehatan Filipina berhenti menggunakan Dengvaxia bulan lalu setelah pembuatnya, Sanofi Pasteur, mengatakan vaksin itu sendiri mungkin dalam beberapa kasus meningkatkan risiko demam berdarah parah pada penerima yang sebelumnya tidak terinfeksi.

Salah satu dari dua mayat yang digali tersebut menunjukkan tanda-tanda pendarahan yang berlebihan, demikian pejabat Kantor Kejaksaan Agung Filipina, yang memberikan bantuan hukum gratis kepada orang miskin.

Ahli forensik Kantor Kejaksaan Agung Filipina Erwin Erfe mengatakan bahwa pendarahan diamati pada kulit kepala tubuh kedua. "Perdarahan adalah gejala demam berdarah," ujar Erfe melalui telepon.

Kantor Kejaksaan Agung Filipina juga menyelidiki kematian lima anak lain yang menerima Dengvaxia. Kepala Kantor Kejaksaan Agung Filipina Persida Acosta mengatakan temuan awal mengungkapkan sebuah pola bagaimana cara mereka meninggal.

"Ada pendarahan di organ vital, paru-paru, jantung, hati, ginjal, otak. Ini semua kompatibel dengan syok hemoragik," jelasnya. Dia mengatakan bahwa Kantor Kejaksaan Agung Filipina telah menerima banyak permintaan untuk menggali kembali makam setelah pemerintah meluncurkan penyelidikannya.

Departemen Kesehatan Filipina mengatakan akan melihat temuannya. Lembaga tersebut juga telah mengajukan kasus yang melibatkan kematian pada 14 anak yang menerima Dengvaxia ke panel tinjauan dokter dari sebuah universitas negeri dan sebuah rumah sakit milik negara.

Sementara Dengvaxia adalah vaksin pertama yang disetujui untuk demam berdarah, para ilmuwan telah menyadari bahwa vaksin tidak sempurna dan tidak melindungi terhadap empat jenis virus yang berbeda dalam tes klinis.

Sebuah analisis baru dari enam tahun data klinis menunjukkan Dengvaxia memberikan manfaat protektif yang kuat terhadap demam berdarah pada mereka yang memiliki infeksi sebelumnya.

Namun, mereka yang sebelumnya tidak terinfeksi dapat menderita gejala yang lebih parah dalam jangka panjang, setelah vaksinasi terhadap infeksi demam berdarah berikutnya, demikian keterangan Sanofi.

"Sampai saat ini, belum ada kematian yang terkait dengan vaksin demam berdarah, bahkan di antara 40 ribu orang yang terlibat dalam uji klinis yang dilakukan di 15 negara," demikian Sanofi dalam sebuah pernyataan.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement