REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para politikus Indonesia di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat meringankan hukuman mati lewat pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Poin utama:
RKUHP akan memberlakukan masa pemantauan 10 tahun sebelum eksekusi, setelah itu hukuman mati bisa diganti dengan hukuman penjara. "Aturan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu merupakan langkah kecil menuju penghapusan (hukuman mati)," kata Ricky Gunawan, direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat.
"Ini adalah kompromi antara kelompok yang pro dan kontra terhadap hukuman mati."
Perubahan tersebut akan memberi otoritas keleluasaan yang lebih besar untuk menghindari eksekusi tahanan yang telah berkelakuan baik selama masa tahanan, seperti warga Australia Andrew Chan dan Myuran Sukumaran yang dieksekusi pada 2015.
Kedua pria itu adalah model tahanan yang dipuji karena membantu sesama narapidana. Mereka termasuk di antara 18 penyelundup obat terlarang yang dieksekusi pada 2015 dan 2016.
"Ada begitu banyak tahanan hukuman mati yang menunjukkan transformasi sikap," kata Gunawan.
"Masalah yang dipertaruhkan saat ini adalah bagaimana memastikan tahanan seperti Andrew Chan dan Myuran Sukumaran bisa dipertimbangkan kembali oleh Pemerintah sebagai tahanan yang layak menerima penghentian eksekusi."
Perubahan membuat keputusan penghentian eksekusi ‘sangat politis’
Masa pemantauan 10 tahun sebelum eksekusi akan dilanjutkan dengan peninjauan hukuman secara otomatis oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Menteri bisa merekomendasikan hukuman mati untuk diganti dengan hukuman seumur hidup atau hukuman penjara 20 tahun.
Ricky Gunawan mengatakan ia ingin melihat peninjauan itu dilakukan oleh komite independen ketimbang politikus. "Keputusannya ada pada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia - oleh karenanya itu sangat politis. Ada kebutuhan atas dibentuknya badan independen untuk menasehati Presiden," sebut Ricky Gunawan.
DPR telah menyetujui RKUHP masuk dalam prolegnas (program legislasi nasional) prioritas tahun ini namun hal tersebut merupakan bagian dari tinjauan menyeluruh terhadap hukum pidana Indonesia yang tidak akan diberlakukan selama beberapa tahun.
Sebanyak 18 orang telah dieksekusi di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sebagian besar adalah warga asing dan semua dihukum karena penyelundupan narkoba. Eksekusi tersebut menyebabkan kerusakan yang signifikan terhadap hubungan Indonesia dan Australia, di antara negara-negara lainnya.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.