REPUBLIKA.CO.ID,Untuk kedua kalinya dalam sepekan, Jacob Malik, Duta Besar Uni Soviet untuk PBB, keluar dari pertemuan Dewan Keamanan, pada 13 Januari 1950. Kali ini ia kalah saat mengajukan proposal resolusi untuk mengusir perwakilan Nasionalis Cina di PBB.
Enam negara, yaitu Amerika Serikat (AS), Nasionalis Cina, Kuba, Ekuador, Kuba, dan Mesir, memilih untuk menentang resolusi tersebut. Sementara tiga negara, yaitu Uni Soviet, Yugoslavia, dan India memilih untuk mendukungnya.
Malik segera meninggalkan pertemuan itu dan menyatakan AS telah mendorong terjadinya pelanggaran hukum dengan menolak untuk mengakui kehadiran perwakilan Nasionalis Cina yang ilegal. Dia bersumpah Uni Soviet tidak akan terikat oleh keputusan yang dibuat Dewan Keamanan jika perwakilan Nasionalis Cina tetap ada.
Pada saat yang sama, dia juga mengumumkan niat Uni Soviet untuk memboikot pertemuan Dewan Keamanan selanjutnya. Namun, anggota Dewan Keamanan lainnya memutuskan untuk tetap melanjutkan pertemuan meskipun ada boikot dari Uni Soviet.
Dilansir di History, beberapa hari sebelumnya, Malik juga keluar dari pertemuan Dewan Keamanan untuk menunjukkan ketidaksenangannya terhadap PBB yang menolak untuk mengusir delegasi Nasionalis Cina.
Uni Soviet telah mengakui negara komunis Republik Rakyat China (RRC) sebagai pemerintah Cina yang resmi. Uni Soviet menginginkan agar RRC menggantikan delegasi Nasionalis Cina di PBB.
Pada akhir Juni 1950, tindakan Uni Soviet telah menjadi bumerang ketika isu invasi Korea Utara (Korut) ke Korea Selatan (Korsel) dibawa ke hadapan Dewan Keamanan. Pada 27 Juni di tahun itu, Dewan Keamanan untuk pertama kalinya dalam sejarah, memohon dilakukannya tindakan militer oleh PBB.
Uni Soviet bisa saja memblokir tindakan Dewan Keamanan, karena AS, Uni Soviet, Cina, Inggris, dan Prancis masing-masing memiliki hak veto mutlak. Namun saat itu tidak ada delegasi Rusia yang hadir.
Hanya dalam waktu singkat, kekuatan multinasional PBB tiba di Korsel dan Perang Korea yang melelahkan selama tiga tahun segera berlangsung.