REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia menegaskan akan menentang Amerika Serikat (AS) bila memutuskan hengkang dari kesepakatan nuklir Iran. Ini berkaitan dengan keputusan Presiden AS Donald Trump yang menginkan isi kesepakatan lebih ketat lagi untuk Iran.
“Keputusan kemarin menunjukkan bahwa AS hampir menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran,” kata Deputi Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov pada Sabtu (13/1), dikutip laman Anadolu Agency.
Kesepakatan nuklir Iran dibuat pada 2015 pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama. Dalam kesepakatan yang ditandatangani oleh AS, Iran,dan sejumlah negara Eropa, Iran dilarang untuk mengembangkan senjata nuklir. Sebagai kompensasi, Iran mendapatkan keringanan sanksi sehingga dapat berpartisipasi dalam perdagangan dan perbankan internasional
Trump ingin kesepakatan itu direvisi. Sebab, meski tak bisa mengembangkan nuklir, Iran masih dapat menguji rudal balistik. Bila tak direvisi, Trump mengancam akan menarik AS dari kesepakatan tersebut.
Ryabkov menilai, bila AS memutuskan untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran, hal tersebut akan berdampak atau merusak kesepakatan internasional lainnya. “Ini tentu negatif. Kami akan terus bekerja sama dengan masyarakat internasional untuk melawan langkah AS,” ujar Ryabkov.
Pada Jumat (12/1), Gedung Putih mengatakan Trump akan mempertahankan kesepakatan ini untuk terakhir kalinya. Hal tersebut akan berlanjut jika kesepakatan dapat dicapai antara AS dan Eropa dalam 120 hari ke depan, yang akan memperkuat kesepakatan nuklir tersebut.
"Meskipun saya memiliki kecenderungan kuat, saya belum menarik AS dari kesepakatan nuklir Iran," kata Trump, dalam sebuah pernyataan.
"Sebagai gantinya saya telahmenawarkan dua kemungkinan, yaitu memperbaiki kekurangan dari kesepakatan itu atau AS akan menarik diri. Ini adalah kesempatan terakhir. Jika tidak ada kesepakatan semacam itu (antara AS dan Eropa), maka AS tidak akan lagi meringankan sanksi dan tidak lagi berada dalam kesepakatan nuklir Iran."
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menyebut keputusan Trump sebagai upaya untuk merusak kesepakatan nuklir itu. "Kebijakan Trump dan pengumuman hari ini menunjukkan upaya ASuntuk merongrong kesepakatan multilateral yang solid itu," kata Zarif,pada Jumat (12/1).
"Perjanjian nuklir tidak dapatdinegosiasikan kembali. Daripada mengulangi retorika yang melelahkan, AS seharusnya patuh, sama seperti Iran."