REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT -- Batu dibalas dengan rentetan tembakan. Bahkan bukan peluru karet, tapi peluru tajam yang digunakan untuk melawan. Konflik yang sudah berjalan lima dekade ini memang tak pernah adil. Di tiap-tiap penjuru tembok perbatasan yang memisahkan Israel dan Palestina, perlawanan itu pun selalu berlangsung sengit.
Walau sengit, tapi tak pernah imbang. Puluhan sampai ratusan anak muda Palestina meluapkan emosinya dengan melawan militer atau polisi Israel. Lawan pemuda Palestina itu tak imbang. Lawan mereka, serdadu Israel bersenjata lengkap, dengan tameng atau dengan senjata canggih.
Ketika peluru tajam sudah dilepaskan oleh serdadu-serdadu zionis Israel itu, darah mengucur, ambulans bergegas. Rumah sakit di Gaza, di Yerusalem, atau di Tepi Barat kedatangan lagi pasien pemuda Palestina yang terluka ditembus peluru Israel. Kalau Allah SWT sudah berkehendak, satu lagi pemuda Palestina wafat, syahid membela negaranya, membela kemerdekaannya.
Yang terbaru, kabar datang dari Tepi Barat. Namanya Ahmad Salim, pemuda Palestina berumur 24 tahun. Salim dilaporkan tertembak peluru serdadu Israel kala terjadi bentrokan antara anak muda Palestina dengan militer Israel di wilayah Jayous, Qalqaliyah Timur, Tepi Barat.
Melansir Kantor Berita Palestina Wafa juga Aljazirah, Salim tertembak tepat di kepala. Ambulans pun melarikan Salim ke Rumah Sakit Qalqaliyah’s Darwish Nazzal. Namun, nyawa Salim tak terselamatkan. Salim menghembuskan napas terakhir sesaat setelah tiba di rumah sakit.
Seperti dikutip dari laman resmi ACTNews, belum ada kabar lebih lanjut tentang perkembangan penembakan atas Salim. Namun, Kementerian Kesehatan Palestina sudah mengonfirmasi tentang wafatnya Salim, anak muda Palestina asal Qalqaliyah, Tepi Barat, Palestina.
Kalau dihitung sejak Januari 2018, Salim adalah anak muda Palestina ke-empat yang wafat karena peluru serdadu Israel. Tiga lainnya adalah Musab Firas al-Tamimi (17 tahun), pemuda Palestina dari sebuah desa di Deir Nitham, dan dua orang remaja yang masing-masing terbunuh di Kamp Pengungsian Bureij di Gaza, dan di sebuah desa bernama Burin di Nablus, Tepi Barat.
Hari-hari di Januari 2018 terus berjalan, setiap pergantian malam berarti perjuangan baru bagi jutaan warga Palestina. Kemerdekaan terus diperjuangkan meski nyawa menjadi taruhan. Eskalasi konflik terus meningkat demi menjaga hak atas Yerusalem sebagai ibu kota Palestina.
Seperti yang pernah dikatakan Yahya, seorang anak muda Gaza yang ditemui ACTNews awal Januari kemarin. Ia berkata, anak-anak Palestina terutama mereka yang berasal dari Gaza sudah sejak dini menghabiskan masa mudanya, untuk berjuang menuntut kemerdekaan.
“Jika kami masih bermain, menurut kami ini merupakan suatu pengkhianatan. Sebab, tak ada yang lebih penting selain berjihad,” tegas Yahya.