REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Lebih dari 1800 ulama di Pakistan telah menerbitkan fatwa yang melarang tindakan bom bunuh diri. Aturan tesebut diterbitkan menyusul banyaknya kasus bom bunuh diri yang menghantam negara tersebut.
"Kita dapat mencari panduan dari fatwa ini untuk membangun sebuah narasi nasional guna mengekang ekstremisme sesuai dengan prinsip-prinsip dalam hukum Islam," kata Presiden Pakistan Mamnoon Hussain, Selasa (16/1).
Fatwa tersebut nantinya akan dituangkan dalam sebuah buku yang telah disiapkan oleh Universitas Islam Internasional yang dikelola negara. Buku tersebut rencananya akan diterbitkan pemerintah setempat di Ibu Kota Islamabad pada Selasa nanti. Fatwa tersebut, dia mengatakan, akan memberikan landasan yang kuat bagi penduduk guna menciptakan stabilitas masyarakat Islam moderat.
Pakistan merupakan negara yang telah dijangkiti oleh kelompok militan ekstrimis yang kerap menggunakan serangan bom bunuh diri. Kelompok tersebut berpendapat jika perjuangan yang mereka lakukan merupakan perang suci yang guna membela dan memberlaukan hukum-hukum agama.
Serangan bunuh diri sering dikutuk sebagai fanatik dan tidak bermoral, terutama saat warga sipil terbunuh. Kendati, kelompok ekstrimis tersebut beranggapan jika taktik itu merupakan senjata paling efektif. Aktivitas terorisme di kawasan tersebut telah memakan puluhan ribu korban sejak awal 2000-an.
Pakistan kemudian mendapatkan kritik dari dunia asing maupun domestik yang mengatakan jika pemerintah dan tentara cenderung membiarkan kelompok ekstrimis tersebut untuk tujuan politik dan militer. Mereka juga dinilai menutup mata terkait ceramah-ceraman bermuatan kebencian di tempat-tempat ibadah.
Pemerintah Pakistan kemudian membantah tuduhan yang dilontarkan Amerika Serikat (AS) terkait keterlibatan otoritas dalam aktifitas ekstrimis di Afganistan dan India. Mereka juga menolak telah mendapatkan keuntungan besar dalam beberapa dekade terakhir terkait keterlibatan tersebut.