REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Sebuah studi baru memberikan peringkat maskapai penerbangan terburuk dalam penggunaan bahan bakar kepada maskapai penerbangan Australia Qantas. Qantas dianggap menggunakan bahan bakar tidak efisien dan membuang karbon emisi saat terbang melintasi perairan Pasifik.
International Council on Clean Transportation (ICCT) menganalisa emisi bahan bakar dari 20 maskapai besar yang melakukan penerbangan trans-Pasifik. ICCT menempatkan Qantas sebagai maskapai terburuk pada 2016, dengan bahan bakar rata-rata 64 persen per penumpang-kilometer lebih dibandingkan maskapai dunia lain, seperti Hainan yang berbasis di Cina dan ANA milik Jepang.
Penumpang-kilometer didefinisikan sebagai jumlah orang yang bisa terbang satu kilometer dengan satu liter bahan bakar.
Penggunaan Bahan Bakar 20 Maskapai Penerbangan Trans-Pasifik, 2016
Maskapai utama Australia lainnya, Virgin Australia berada di peringkat keenam dalam studi tersebut, hanya enam persen dibawah yang berada di posisi teratas. Studi tersebut menyebutkan efisiensi bahan bakar Qantas buruk pada penerbangan di kawasan Pasifik karena menggunakan pesawat bermesin empat pada rute tersebut, seperti Boeing 747 dan Airbus A380, yang mengonsumsi lebih banyak bahan bakar daripada pesawat bermesin ganda.
Qantas juga tidak memenuhi kapasitas yang ada, dengan jumlah penumpang rata-rata 74 persen dari kursi yang tersedia, dan proporsi muatannya jauh lebih kecil dari beratnya dibandingkan maskapai penerbangan lain yang performanya lebih baik. Qantas mengatakan studi tersebut bukanlah representasi akurat dari efisiensi penggunaan bahan bakar di kawasan Pasifik. Qantas juga menyebutkan memiliki sejumlah program efisiensi bahan bakar.
Penelitian tersebut diterbitkan oleh ICCT lembaga yang pernah mengekspos skandal emisi Volkswagen. ICCT menemukan maskapai terbaik, Hainan dan ANA, membawa 36 orang dalam satu kilometer untuk setiap liter bahan bakar yang dikonsumsi pesawatnya.
Sementara Virgin Australia membawa 33 orang dan Qantas 22 orang. Salah satu penulis dan pakar penerbangan, Dan Rutherford mengatakan ICCT melakukan penelitian karena mereka ingin konsumen yang sadar lingkungan dapat membuat keputusan saat memilih maskapai penerbangan.
"Rata-rata penumpang hanya memiliki sedikit informasi soal karbon atau kinerja perusahaan penerbangan terkait lingkungan. Ada kesenjangan besar dalam efisiensi bahan bakar pada penerbangan trans-Pasifik, ini menyebabkan emisi karbon berlebih dan kami sangat berharap orang-orang mulai memikirkannya saat mereka membuat keputusannya," katanya.
Emisi gas rumah kaca dari industri penerbangan global menyumbang sekitar 2,5 persen polusi karbon di dunia.
Kinerja maskapai penerbangan global
Studi soal bahan bakar pada penerbangan di kawasan Pasifik mengikuti laporan ICCT di tahun 2014 soal penerbangan yang melintasi kawasan Atlantik. Kedua penelitian tersebut berdasarkan data yang dilaporkan ke pemerintah Amerika Serikat oleh maskapai penerbangan.
"Sangat jelas Qantas kurang efisien dengan marjin yang signifikan dibandingkan pesaingnya," kata Dr Rutherford.
"Jika kita melihat Virgin, dari sisi pesawat, mereka menggunakan kapal yang biasa-biasa saja dengan bahan bakar yang rata-rata. Apa yang kita lihat Virgin, mereka mengisi pesawat terbang mereka dengan baik dengan sejumlah besar kursi di pesawat terisi juga memiliki faktor beban yang baik sehingga mereka berhasil mengisi tempat duduk mereka," ujarnya.
Rutherford mengakui penelitian ini hanya merupakan 'potret' dari kinerja global sebuah maskapai penerbangan dan belum tentu menunjukkan efisiensi bahan bakar mereka secara keseluruhan. Pakar penerbangan Ronald Bishop dari Central Queensland University mengatakan komposisi armada pesawat milik Qantas bisa jadi berada di pertengahan siklus dan efisiensi bahan bakarnya bisa meningkat saat memiliki lebih banyak pesawat Boeing 787.
"Saat ini Qantas mungkin terlihat sangat miskin tapi dalam lima sampai 10 tahun, saat mereka menggantinya, mungkin akan terlihat lebih baik," katanya.
Tapi Dr Rutherford mengatakan penelitian tersebut berdasarkan data terbaik mengenai efisiensi bahan bakar. "Ini berguna bagi orang untuk memulai melihat maskapai penerbangan mana yang menggunakan bahan bakar paling efisien dibandingkan yang tidak."
Efisiensi bahan bakar mempengaruhi harga tiket
Pakar penerbangan Australia mengatakan laporan tersebut mengkonfirmasi keyakinan mereka soal efisiensi bahan bakar Qantas dan pengaruhnya terhadap harga tiket. Ronald dari Cenral Queensland University mengatakan biaya bahan bakar dapat berkontribusi hingga 40-50 persen dari harga tiket pesawat.
Pada puncak harga minyak pada 2013-14, Qantas menghabiskan 4,5 miliar dolar AS untuk bahan bakar. "Kita cukup beruntung ... saat ini, kita berada di era harga bahan bakar yang rendah," kata Bishop. "Tapi setiap biaya berpengaruh pada harga tiket."
Ia mengatakan karena harga bahan bakar meningkat, Qantas terpaksa mencari alternatif yang lebih efisien untuk armadanya. Menurutnya generasi baru pesawat hibrida listrik bisa menjadi solusinya.
"[Qantas] telah menunjukkan sebagai sebagai maskapai yang mengadoposi [teknologi baru], jadi jika mereka akan menggunakan pesawat hibrida baru dari Airbus atau Boeing, diharapkan bisa terjadi secepatnya," katanya.
"Disitulah tenaga listrik bisa digunakan saat posisi pesawat sedang bergerak sebelum lepas landas atau setelah mendarat dan saat terbang sebagian bisa pakai listrik atau diganti ke tenaga mesin jet."
Qantas miliki rute terpanjang
Kepala bahan bakar dan lingkungan di Qantas, Alan Milne dalam pernyataannya mengatakan maskapainya berbeda dibandingkan dengan maskapai lain dalam penelitian tersebut karena rute penerbangan yang sangat jauh.
"Rute Sydney [Autralia] ke Dallas [Amerika Serikat] milik kami adalah salah satu yang terpanjang di dunia, dan penerbangan jarak jauh memiliki efek besar pada penggunaan bahan bakar karena membawa banyak beban [dalam bentuk bahan bakar] pada awal perjalanan untuk menempuh jarak."
"Tidak seperti maskapai penerbangan lain dalam studi ini, Qantas menawarkan kabin kelas satu dan dua kabin premium lainnya pada sebagian besar penerbangan trans-Pasifik kami."
Maskapai tersebut mengatakan menggunakan data cuaca untuk menyesuaikan jalur penerbangan sehingga pesawat bisa terbang lebih efisien, selain juga program komputer berbasis data lainnya. Pesawat Qantas yang berbasis di Los Angeles juga akan menggunakan bahan bakar biofuel pada 2020, melalui kemitraan dengan pemasok dari Amerika Serikat, dan maskapai tersebut juga sudah menandatangani kesepakatan dengan para petani Australia untuk mengembangkan benih tanaman biofuel pertama untuk penerbangan komersil di Australia pada tahun 2020.
Simak laporannya dalam bahasa Inggris disini.