REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Mahkamah Agung Kamboja telah menunda keputusan tentang jaminan bagi seorang sineas asal Australia James Ricketson hingga tanggal 31 Januari.
Poin utama:
Ricketson dituduh memata-matai untuk negara atau agen asing, dan menghadapi hukuman 10 tahun penjara jika terbukti bersalah. Beberapa menit setelah petugas pengadilan mengumumkan penundaan ketidakhadirannya, Ricketson tiba di pengadilan.
"Negara mana seharusnya saya bekerja sebagai mata-mata?" tanyanya kepada wartawan saat masuk ke pengadilan, dengan diborgol ke tahanan lain.
Ada alasan yang bertentangan untuk penundaan itu. "Para hakim sibuk dengan kasus lain," kata pengacara Ricketson, Peung Hok Hiep.
Namun, seorang pejabat pengadilan mengatakan kepada ABC penundaan tersebut karena tersangka belum sampai di pengadilan tepat waktu. "Kami memiliki jadwal dengannya jam 8 pagi tapi pada pukul 9 pagi ia masih belum muncul, jadi hakim memutuskan untuk menunda keputusan tersebut," kata petugas pengadilan, Song Mao.
Keluarga Ricketson mengatakan kesehatannya memburuk di dalam penjara sempit di dekat Phnom Penh. "Ini jelas sulit bagi keluarga setiap kali kami berada di pengadilan dan sungguh mengecewakan melihat penundaan ini terjadi hari ini," kata Alexandra Kennett, pasangan dari putra Ricketson, Jesse.
"Kami hanya meminta bukti itu diajukan dan jaminan tersebut bisa diterima atau ditolak sehingga kami bisa melangkah maju," kata Kennett.
Ricketson tertangkap kamera terbangkan drone
Ricketson (68 tahun) ditangkap pada Juni dan didakwa mengumpulkan informasi untuk negara asing yang tidak disebutkan namanya. Ia dianggap dekat dengan partai oposisi Kamboja yang sekarang dilarang dan terekam tengah menerbangkan drone dalam sebuah unjuk rasa sesaat sebelum penangkapannya.
Selama sidang minggu lalu, Ricketson menyatakan frustrasinya pihak berwenang Kamboja telah mengabaikan permintaannya untuk membuktikan bahwa ia adalah mata-mata asing. "Jika jaksa memiliki bukti spionase, biarkan mereka mempresentasikannya di persidangan terbuka," katanya.
"Adalah hak saya untuk melakukan pembelaan tapi saya tidak bisa melakukannya dengan tidak adanya bukti apa pun." Permohonan jaminan Ricketson ditolak oleh Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Banding Phnom Penh.
Ricketson telah menghabiskan bertahun-tahun mengerjakan sebuah film dokumenter tentang keluarga Kamboja yang tinggal di jalanan Phnom Penh, yang juga ia bantu. Ia dianggap tokoh yang memecah belah di Kamboja dan telah dua kali dihukum karena memfitnah organisasi non-pemerintah yang bekerja dengan anak-anak di Kamboja.
Ia telah berkampanye secara terbuka menentang lembaga ‘Screen Australia’ mengenai pedoman pendanaan mereka. Tapi ia adalah tokoh populer di antara banyak orang Kamboja di komunitas miskin di sekitar Phnom Penh.
Ricketson sekarang berbagi sel dengan 26 pria lainnya. Menurut seorang pejabat penjara Kamboja, penjara tempat ia ditahan - Prey Sar - dibangun untuk kapasitas 1.800 orang namun memiliki 5.700 tahanan. Keluarga Ricketson mengatakan bahwa kesehatannya memburuk di penjara yang tidak sehat itu.
Petisi daring kumpulkan 53 ribu tanda tangan
Sebuah petisi daring yang dimulai oleh putri angkat Ricketson, Roxanne Holmes, telah mengumpulkan 53.000 tanda tangan, pada Selasa (16/1) malam. "Ayah angkat saya di Australia, James Ricketson, memiliki hati yang paling baik - namun ia dikungkung di penjara Kamboja tanpa melakukan kejahatan," tulis Holmes dalam petisi tersebut.
"Jika pemerintah Australia tidak menanggapi dengan cepat, ayah saya yang tak bersalah bisa meninggal di penjara," tulisnya.
Petisi tersebut ditujukan kepada Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull, Menteri Luar Negeri Julie Bishop dan Jaksa Agung Christian Porter.
Wartawan Australia Peter Greste - yang ditahan di Mesir - telah mendukung petisi untuk membebaskan Ricketson, dengan mengatakan bahwa kasus tersebut mengingatkan pengalaman yang dialaminya sendiri. Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia mengatakan bahwa pihaknya memberikan bantuan konsuler kepada Ricketson.
Namun, para kritikus telah mencatat bahwa tindakan pasif Australia terhadap tindakan keras Kamboja terhadap kebebasan berbicara dan demokrasi, sebagian besar disebabkan oleh kesepakatan pemindahan pengungsi senilai $ 55 juta (atau setara Rp 550 miliar) yang ditandatangani pada tahun 2014.
Tiga pengungsi yang diproses oleh Australia di Pulau Nauru telah memilih untuk bermukim di Kamboja.
Serangan lebih luas
Penangkapan Ricketson terjadi di tengah serangan lain terhadap institusi media dan demokrasi Kamboja. Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen telah memerintah Kamboja selama 32 tahun dan telah bersumpah untuk tetap berkuasa selama satu dekade lagi.
Sejak Partai Rakyat Kamboja yang berkuasa kalah dalam pemilihan lokal tahun lalu, Hun Sen telah secara sistematis menghancurkan sejumlah pihak yang dianggapnya lawan. Pemimpin Oposisi Kamboja, Kem Sokha, berada dalam tahanan pra-peradilan, menghadapi tuduhan pengkhianatan karena dugaan persekongkolan untuk menggulingkan pemerintah dengan bantuan Amerika.
Oposisi Kamboja yakni Partai Penyelamatan Nasional Kamboja telah dilarang dan lebih dari setengah anggota terpilihnya telah meninggalkan negara tersebut karena takut ditangkap. Sembilan belas stasiun radio yang menyiarkan program independen terpaksa ditutup dan surat kabar berbahasa Inggris ‘The Cambodia Daily’ ditutup dengan tagihan pajak mendadak sebesar delapan juta dolar AS (atau setara Rp 80 miliar).
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.