REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Penelitian terbaru mengungkap, para pria heteroseksual dari generasi baby boomer (kelahiran 1946-1964) cenderung tidak menggunakan kondom atau mengetahui banyak tentang kesehatan seksual dibanding para pria muda sehingga hal itu membuat mereka rentan terhadap infeksi.
Poin utama:
Keluarga Berencana New South Wales (NSW) mensurvei 2.339 pria heteroseksual yang menggunakan layanan kencan daring pada 2014. Survei tersebut menemukan pria berusia 50 atau lebih tua cenderung tidak menggunakan kondom dan lebih mungkin untuk berpikir kondom mengurangi hasrat seksual dibandingkan pria yang lebih muda.
"Itu benar-benar akan membuat mereka tidak berhubungan seks," kata direktur medis Keluarga Berencana NSW, Deborah Bateson.
"Atau mereka merasa khawatir berhubungan seks dengan kondom. Jadi saya pikir sangat penting kami benar-benar menanggapi persepsi itu. Para pria tua yang mungkin tidak menggunakan kondom selama beberapa dekade, mereka mungkin ingat bergulat dengan kondom di masa muda mereka dan tidak tahu ada perubahan teknologi. Jadi saya pikir ini tentang mengubah persepsi lama tentang 'seks di dalam jas hujan'," ujarnya.
Kampanye seks aman dibutuhkan untuk generasi baby boomer
Survei tersebut menemukan, 49 persen pria berusia di atas 60 tahun tidak tahu infeksi menular seksual paling umum di Australia (IMS), dan klamidia seringkali tidak menyebabkan gejala apa pun.
"Ini adalah kekhawatiran, kami ingin semua orang tahu kebanyakan IMS tidak memiliki gejala, karena jelas, apa yang bisa terjadi sebaliknya adalah Anda bisa terkena IMS dan tidak tahu bahwa Anda memilikinya dan menyebarkannya kepada orang lain," kata Bateson.
Studi tersebut mengutip data dari Institut Studi Keluarga Australia yang menunjukkan jumlah orang yang bercerai setelah menikah selama lebih dari 20 tahun telah meningkat dari 13 persen di 1990 menjadi 28 persen di 2011. Bateson mengatakan orang-orang itu perlu didukung saat mereka memasuki kembali periode kencan.
“Kita sekarang punya cara baru bagi orang-orang untuk bertemu dengan pasangan baru, kita mengalami hubungan yang berubah, kita tahu kencan via internet sangat umum sekarang," sebutnya.
"Kita tahu laki-laki dan perempuan yang lebih tua bertemu dengan pasangan baru, kadang beberapa pasangan baru, jadi sangat penting bagi mereka memahami bagaimana melindungi diri mereka sendiri."
Ia ingin agar Pemerintah Australia mengikuti jejak Kerajaan Inggris dan Dewan Kota New York City dan menjalankan kampanye seks yang aman yang ditujukan khusus untuk generasi baby boomer. Tapi ia juga mengatakan, situs kencan memiliki potensi untuk membantu meningkatkan kesadaran.
"Ini semua tentang menormalisasi sejumlah hal, saya kira kuncinya dengan orang yang lebih tua adalah mereka belum dewasa dengan normalisasi IMS seperti ini, berbicara tentang IMS, pergi dan menemui dokter."
Dianggap bukan masalah
Pria asal Sydney, Trevor (55 tahun) mulai berkencan lagi setelah berakhirnya hubungan jangka panjang yang dijalinnya. Ia berkencan dengan tiga perempuan yang berbeda selama enam bulan tapi tidak pernah menggunakan kondom.
"Bahkan saat saya muda, hal itu tidak pernah benar-benar menjadi masalah besar. Karena di masa remaja saya, itu adalah masanya pra-AIDS dan jadi kami tidak terlalu mengkhawatirkannya saat itu. Mungkin itu hanya kebodohan, mungkin naif, saya tidak begitu tahu, itu tidak pernah ... sepertinya itu benar-benar bukan masalah yang sangat besar," katanya.
Ia mengatakan, meskipun ia mempercayai perempuan yang ia kencani yang mengatakan mereka tidak menderita IMS, ia masih terus menjalani tes -dan merasa lega ketika hasilnya negatif.
"Pada saat itu, rasanya seperti 'ayo berbuat hal itu' dan ketika Anda telah melakukan semuanya, Anda berpikir 'oke itu cukup bodoh', dan mungkin Anda hanya melihat kembali dan berpikir 'sebaiknya saya melakukan tes sekarang '," kata Trevor.
"Itu benar-benar bodoh, tapi saat Anda berkencan dan ada sesuatu yang anda rasakan, Anda pasti tidak akan mengingatnya kembali saya rasa."
Kekhawatiran akan penggunaan kondom
Pria yang lebih tua bukan satu-satunya yang mengatakan mereka cenderung tidak menggunakan kondom dalam survei tersebut. Survei tersebut menemukan 77,5 persen dari semua responden laki-laki mengatakan mereka pernah berhubungan seks tanpa menggunakan kondom pada tahun sebelumnya.
"Kita semua harus memiliki tingkat kekhawatiran ... pastikan kita melanjutkan kampanye kesehatan masyarakat ini untuk memberi tahu orang-orang tentang risikonya, jaga agar orang tetap menggunakan perspektif," kata Dr Bateson.
"Saya pikir salah satu hal utama adalah jika orang berhubungan seks tanpa kondom, dan itu bisa terjadi, mereka merasa percaya diri dan nyaman untuk diuji.”
"Kita perlu menghilangkan stigma apa pun yang mungkin ada. Ada beberapa persepsi negatif di sekitar mereka, kami ingin memastikan stigmanya positif dalam hal kenikmatan seksual."
Alasan utama tak gunakan kondom
Pria dengan banyak pasangan lebih berisiko
Survei tersebut juga menemukan bahwa pria lebih tua dengan jumlah pasangan seksual yang banyak lebih mungkin mengambil risiko ketika harus melakukan hubungan seks yang aman.
"Jadi mereka cenderung berhubungan seks tanpa kondom," kata Dr Bateson.
Bateson mengatakan tren ini berbeda dengan penelitian lain di Australia yang menunjukkan bahwa, pada umumnya, orang yang berpengalaman secara seksual cenderung memiliki tingkat praktik seks aman yang lebih tinggi. Ia mengatakan ini mungkin saja, para pria memasuki dunia kencan dengan "penuh semangat", namun tanpa pendidikan seks aman yang kebanyakan didapat orang muda.
"Benar-benar tidak memiliki pengetahuan untuk bisa memahami pentingnya menggunakan kondom baik untuk melindungi diri sendiri dan pasangannya," katanya.
"Dan memiliki persepsi negatif tentang kondom. Jadi kita harus mengubahnya."
Survei serupa terhadap perempuan yang dilakukan oleh Keluarga Berencana NSW pada tahun 2009 menemukan bahwa perempuan berusia di atas 40 tahun secara signifikan lebih cenderung untuk mendiskusikan IMS dengan pasangan baru daripada perempuan yang lebih muda. Tapi perempuan yang lebih tua juga cenderung tidak menolak seks tanpa kondom.
Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Kesehatan Seksual milik lembaga penelitian Australia, CSIRO.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.