REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Jerman akan menghentikan semua ekspor senjata ke negara-negara yang terlibat dalam perang yang sedang berlangsung di Yaman. Keputusan ini resmi diumumkan pada Jumat (19/1) oleh juru bicara Kanselir Jerman Angela Merkel, Steffan Seibert.
"Jerman tidak akan mengambil keputusan tentang ekspor senjata sekarang, yang tidak sesuai dengan hasil perundingan awal," ujar Seibert dikutip Aljazirah.
Saat ini partai politik Jerman termasuk Christian Democratic Union (CDU) dan Social Democratic Party (SPD) masih disibukkan dengan pembicaraan mengenai pembentukan koalisi pemerintah setelah pemilihan federal Jerman berlangsung pada September lalu.
Langkah penghentian ekspor senjata Jerman akan mempengaruhi penjualan senjata ke Arab Saudi. Menurut Deutsche Welle, nilai penjualan ini mencapai hampir 550 juta dolar AS pada kuartal keuangan ketiga 2017.
Arab Saudi terlibat dalam perang Yaman sejak Maret 2015, ketika koalisi yang dipimpin oleh negara tersebut meluncurkan serangan udara yang ditujukan untuk melawan pemberontak Houthi, yang secara luas diyakini didukung oleh Iran. Keterlibatan Arab Saudi juga bertujuan untuk mengembalikan pemerintahan Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Amnesty Gulf, cabang dari organisasi HAM Amnesty International, memuji keputusan Jerman dan meminta negara lain untuk melakukan hal yang sama. "Kabar baik! Jerman menghentikan ekspor senjata ke pihak yang berkonflik di Yaman. AS, Inggris, Prancis, dan semua negara lain yang menjual senjata ke koalisi pimpinan Saudi juga harus menghentikan penjualan senjata sekarang!" kata organisasi tersebut pada Jumat (19/1) di akun Twitter resminya.
Kampanye Melawan Perdagangan Senjata (CAAT) yang berbasis di Inggris mengatakan, Inggris telah menjual lebih dari 6,3 miliar dolar AS senjata ke Arab Saudi sejak perang di Yaman dimulai. Laporan terbaru PBB tentang pelanggaran HAM di Yaman menunjukkan adanya sejumlah korban sipil akibat pengeboman yang dilakukan koalisi pimpinan Arab Saudi. PBB memeriksa 10 serangan udara pada 2017 yang menewaskan 157 orang dan menemukan target serangan termasuk sebuah kapal migran, sebuah motel, dan lima bangunan tempat tinggal.
Menurut SAM Organization for Rights and Liberties yang bermarkas di Jenewa, sekitar 450 warga sipil terbunuh di Yaman pada Desember 2017. Pembunuhan tersebut merupakan bagian dari 1.937 pelanggaran yang dilakukan di seluruh negeri selama Desember, termasuk serangan fisik, pelanggaran kebebasan pers, penyiksaan, dan penahanan sewenang-wenang.
"Pelanggaran itu dilaporkan dilakukan oleh milisi Houthi, angkatan udara Koalisi Arab Saudi, formasi militer, dan kelompok yang setia kepada pemerintah Yaman yang sah", kata laporan tersebut.