REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Myanmar sedang melakukan persiapan akhir untuk memulangkan warga Muslim Rohingya kloter pertama dari Bangladesh. Persiapan tetap dilakukan meskipun sejumlah pihak, termasuk PBB menyatakan keraguannya tentang rencana pemulangan ini.
Surat kabar Global New Light of Myanmar melaporkan, Menteri Utama Negara Bagian Rakhine Nyi Pu mengatakan pemerintah sedang melakukan penyelesaian akhir pada bangunan tempat tinggal, klinik medis, dan infrastruktur sanitasi. Ia berkunjung langsung ke kamp pemulangan di negara bagian tersebut pada Jumat (19/1).
Surat kabar itu juga menerbitkan sebuah foto delegasi pemerintah Myanmar yang sedang berdiri di sebuah rumah kayu panjang yang akan digunakan untuk menampung warga Rohingya. Pagar yang dilengkapi dengan kawat berduri di atasnya juga terlihat di dalam foto itu.
Lebih dari 655.500 Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh setelah militer Myanmar melakukan operasi militer di Rakhine pada 25 Agustus. PBB menggambarkan operasi tersebut sebagai aksi pembersihan etnis Rohingya, yang kemudian disangkal Myanmar.
Myanmar akan mulai menerima pengungsi Rohingya dari Bangladesh di dua pusat penerimaan dan kamp sementara di dekat Kota Maungtaw pada Selasa (23/1). Pemulangan akan terus berlanjut dalam dua tahun ke depan, di bawah kesepakatan yang telah ditandatangani Myanmar dan Bangladesh pekan ini.
Bangladesh akan memberikan daftar pengungsi Rohingya yang akan dipulangkan, dengan menyertakan formulir yang membuktikan tempat tinggal mereka di Myanmar. Beberapa pengungsi yang dipulangkan akan menyeberang melalui darat dan yang lainnya akan melalui sungai di sepanjang perbatasan.
Pengungsi Rohingya di kamp Kutupalong yang luas di Bangladesh telah menolak kembali sampai Myanmar menjamin keamanan mereka. Tuntutan ini tercantum dalam sebuah petisi yang diajukan oleh para pemimpin kamp dan ditunjukkan ke Reuters.
Saat Myanmar bersiap memulai proses pemulangan pekan depan, masih ada warga Rohingya yang berada dalam perjalanan melarikan diri ke Bangladesh. Lebih dari 100 warga Rohingya sedang menunggu menyeberangi sungai Naf di perbatasan.
Pada Sabtu (20/1), Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) mengatakan rencana pemulangan tersebut tidak dapat diterima. Menurut mereka, pemerintah Myanmar dengan licik dan dengan sembrono menawarkan pengungsi Rohingya tinggal di tempat yang disebut kamp sementara.
"Pengungsi Rohingya yang dipulangkan dari Bangladesh tidak akan pernah bisa tinggal di tanah leluhur dan desa mereka sendiri. Mereka hanya akan menghabiskan sisa hidup mereka dan generasi penerus mereka yang akan datang di kamp konsentrasi tersebut," ujar ARSA dalam sebuah pernyataan.
Juru bicara pemerintah Myanmar Zaw Htay tidak memberikan komentar atas pernyataan ARSA tersebut. Myanmar mengatakan akan membangun sebuah kamp transit yang bisa menampung 30 ribu warga Rohingya yang akan kembali. Mereka akan tinggal di kamp ini sebelum diizinkan kembali ke tempat asal mereka.
Juru bicara Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) di Myanmar Paul Vrieze memperingatkan, warga Rohingya tidak boleh dipulangkan dari Bangladesh sebelum ada solusi yang tepat. UNHCR, yang membantu mengelola kamp pengungsian, tidak dilibatkan dalam kesepakatan pemulangan antara Bangladesh dan Myanmar ini.
"Langkah lebih lanjut juga diperlukan untuk memastikan pemulangan pengungsi yang aman, sukarela, dan berkelanjutan ke tempat asal mereka dan untuk mengatasi akar penyebab krisis," kata Vrieze.