REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Pemimpin Yordania, Raja Abdullah, meminta Wakil Presiden AS Mike Pence agar AS membangun kembali kepercayaan dunia pascapernyataan Presiden AS Donald Trump yang mengklaim Yerusalem Timur sebagai ibu kota Israel dalam rangka resolususi Palestina-Israel. Dalam pertemuan bilateral di Yordania, Raja Abdullah menilai konflik Palestina-Israel sebagai potensi besar instabilitas global.
Ia mengaku khawatir, keputusan soal Yerusalem bukan merupakan solusi permanen atas konflik Palestina-Israel. Raja Abdullah juga menekankan, Yerusalem Timur harus jadi ibu kota Palestina nantinya. ''Kami harap AS dapat mencari dan menemukan jalan terbaik di tengah kondisi menantang ini,'' kata Raja Abdullah seperti dikutip Reuters, Ahad (21/1).
Bagi Yordania, Yerusalem adalah kunci bagi Muslim, Kristen, dan Yahudi. Ini kunci kedamaian kawasan dan ini juga akar bagi Muslim menangkal beberapa isu radikalisme.
Sama seperti yang disampaikan di Mesir sehari sebelumnya, di Yordania, Pence juga mengatakan AS mendukung solusi dua negara atas konflik Palestina-Israel jika dua negara itu setuju. Pence menyatakan Washington juga berkomitmen mempertahankan status quo situs suci di Yerusalem.
''Kami memihak soal batas dan status final. Itu subjek negosiasi,'' kata Pence.
Usai bertemu Raja Abdullah, Pence mengunjungi fasilitas militer di dekat perbatasan Suriah untuk bertemu pasukan AS. Ia akan mengakhiri kunjungan kerja selama tiga hari di Israel.
Pernyataan Trump bahwa Yerusalem Timur adalah ibu kota Israel menuai kecaman dari seluruh dunia. Pernyataan itu sekaligus merusak kebijakan internal AS yang menyatakan status Yerusalem Timur harus diputuskan melalui negosiasi Palestina-Israel.
Yordania sendiri kehilangan Yerusalem Timur dan Tepi Barat yang berhasil direbut Israel selama Perang Arab-Israel pada 1967. Yordania sendiri dalam pengelola situs suci Yerusalem sehingga perubahan status Yerusalem akan sangat sensitif pula bagi Yordania.
Beberapa pejabat Yordania mengakhawatirkan langkah Trump akan menutup peluang perundingan damai Palestina-Israel. Selain juga memicu konflik yang dapat merembet ke Yordania di mana banyak keturunan pengungsi Palestina yang terusir pada 1948 tinggal.