REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Komisaris Jenderal Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) Pierre Krhenbhl mengatakan, pemotongan dana bantuan Amerika Serikat (AS) untuk lembaganya mempertaruhkan ketidakstabilan di Timur Tengah. Hal ini ia sampaikan ketika mengunjungi Jalur Gaza pada Senin (22/1).
Krhenbhl mengungkapkan pemotongan dana bantuan oleh AS akan menimbulkan kesulitan bagi UNRWA, terutama untuk melaksanakan program-programnya. "Pengurangannya sangat parah, tiba-tiba, dan berbahaya," ujarnya.
Mengingat jumlah pengungsi Palestina mencapai ratusan ribu orang dan tersebar di beberapa negara di Timur Tengah, ia menilai keputusan AS akan menimbulkan ketidakstabilan di kawasan.
"Dunia harus mengajukan pertanyaan ini sendiri, apakah Timur Tengah membutuhkan lebih banyak ketidakstabilan? Apakah masuk akal untuk berpikir bahwa dengan mengurangi jumlah (bantuan) UNRWA, seseorang akan mencapai hal lain selain ketidakstabilan di wilayah ini?" kata Krhenbhl.
Lebih dari satu juta warga Palestina di Jalur Gaza bergantung pada dukungan atau bantuan dari UNRWA dan badan-badan kemanusiaan lainnya. Warga Palestina di sana menilai, pemotongan dana bantuan AS untuk UNRWA sebesar 60 juta dolar akan memperparah kondisi di Jalur Gaza, di mana tingkat pengangguran mencapai 46 persen.
Selain itu, pemotongan dana AS juga akan berdampak terhadap kelangsungan pendidikan bagi sekitar 525 ribu anak-anak Palestina. Saat ini mereka semua mengecap pendidikan di 700 sekolah UNRWA.
"Saya tidak bisa membayangkan untuk datang ke sekolah ini atau sekolah UNRWA lainnya dan berkata kepada para siswa, 'sayangnya kita gagal'. Gagal bukanlah sebuah pilihan," ujar Krhenbhl.
Pekan lalu, AS memutuskan untuk menangguhkan dana bantuan untuk UNRWA. Hal ini dinilai merupakan upaya AS untuk menekan Palestina agar mau kembali berundingan dengan Israel.