REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Direktur Eksekutif Human Rights Watch (HRW) di Timur Tengah Sarah Leah Whitson mengkritik pidato Wakil Presiden AS Mike Pence di parlemen Israel. Saat itu Pence memuji pluralisme yang terjalin di kota suci Yerusalem.
Menurut Whitson, Pence jelas menutup mata terhadap perlakuan diskriminatif yang dialami warga Palestina di Yerusalem akibat pendudukan Israel. "Sementara, Pence memuji pluralisme Yerusalem, dia tidak mengejutkan mengabaikan diskriminasi yang mengakar terhadap 330 ribu penduduk Kristen dan Muslim Palestina," katanya, seperti dilaporkan laman Middle East Monitor, Selasa (23/1).
"Seseorang tidak dapat berbicara tentang melindungi minoritas yang teraniaya di wilayah tersebut dan menutup mata terhadap sistem dua tingkat Israel di Yerusalem," kata Whitson menambahkan.
Melihat populasi total warga Palestina di Yerusalem, termasuk Yerusalem Timur, hanya 37 persen, HRW mencatat bagaimana pemerintah Israel berencana mempertahankan mayoritas Yahudi yang solid di kota tersebut.
"Agar mencapai tujuan ini, Israel telah secara ilegal memindahkan ribuan warganya ke Yerusalem Timur dan menolak menyetujui sebagian besar rencana zonasi di lingkungan Palestina yang memungkinkan pertumbuhan alami," ungkap Whitson.
Akibat hal ini, rakyat Palestina hidup dalam ancaman pembongkaran rumah oleh Israel. Dan tak sedikit pula rumah warga Palestina yang telah dibongkar paksa Israel demi melancarkan dan memperluas permukiman Yahudi di Yerusalem Timur.HRW mencatat sejak 1967, Israel telah mencabut hak tinggal sekitar 14.595 warga Palestina di Yerusalem.
Selain itu, HRW pun menuding otoritas Israel di Yerusalem membeda-bedakan alokasi anggaran antara masyarakat Yahudi dan warga Palestina. Dalam konteks ini, hanya sekitar 10 persen saja dari anggaran Yerusalem yang digunakan untuk proyek di lingkungan Palestina. Akibatnya, lingkungan Palestina memiliki infrastruktur, layanan kesehatan, dan pendidikan yang lebih rendah daripada apa yang ada di lingkungan Yahudi.