Sabtu 27 Jan 2018 03:45 WIB

Aktivis Desak Inggris Batalkan Kunjungan Putra Mahkota Saudi

Salman dianggap memiliki catatan ham terburuk di dunia

Rep: Binti Sholikah/ Red: Bilal Ramadhan
Pangeran Arab Saudi, Mohammed bin Salman
Foto: watoday
Pangeran Arab Saudi, Mohammed bin Salman

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Aktivis di Inggris meminta Perdana Menteri Inggris Theresa May untuk menarik undangan Putra Mahkota Saudi Mohammed Bin Salman, yang diperkirakan akan berkunjung ke Inggris dalam beberapa pekan ke depan. Kelompok aktivis tersebut termasuk koalisi Stop the War, Kampanye Melawan Perdagangan Senjata, dan Organisasi Hak Asasi Manusia Arab, menerbitkan sebuah surat terbuka pada Jumat (26/1) yang menuduh pewaris tahta Saudi tersebut mengawasi perang terhadap Yaman dan memperdalam krisis kemanusiaan di sana.

"[Mohammed bin Salman] adalah anggota paling tua kedua dari rezim Saudi, yang memiliki salah satu catatan hak asasi manusia terburuk di dunia. Penyiksaan, penahanan sewenang-wenang, dan pelanggaran mengerikan lainnya didokumentasikan secara luas," bunyi pernyataan tersebut, seperti dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (27/1).

Salah satu aktivis yang memimpin kampanye untuk menghentikan kunjungan tersebut, Stephen Bell, mengatakan Inggris seharusnya tidak meletakkan karpet merah untuk Mohammed Bin Salman, yang dikenal sebagai MBS.

"Sampai 11 juta anak-anak Yaman berisiko terkena perang atau kolera, kelaparan yang disebabkan oleh blokade negara dan penghancuran infrastruktur. Semua ini berarti tidak cocok untuk mengundang seseorang yang memegang tanggung jawab utama untuk kelanjutan perang," katanya kepada Al Jazeera.

Sejak intervensi militer pimpinan Saudi dimulai di Yaman pada Maret 2015, negara termiskin di dunia Arab telah menemukan dirinya berada di ambang krisis kemanusiaan yang menghancurkan, dengan peringatan PBB akan kelaparan dan penyebaran penyakit yang meluas.

Lebih dari 8 juta orang tidak memiliki akses makanan yang memadai dan lebih dari 1 juta orang menderita kolera. Beberapa perusahaan senjata Inggris menjadi pemasok senjata terbesar ke Arab Saudi, dan pemerintah Inggris telah menyetujui miliaran poundterling dalam lisensi ekspor selama tiga tahun terakhir.

Kelompok hak asasi manusia berulang kali mengutuk koalisi pimpinan Saudi atas korban sipil di Yaman. Namun Inggris belum melakukan tindakan hukuman terhadap Riyadh.

Pejabat Inggris mengatakan mereka memantau penggunaan senjata buatan Inggris oleh Arab Saudi untuk memastikan senjata tersebut digunakan dengan tepat. Konflik antara koalisi Saudi dan pemberontak Houthi telah menyebabkan lebih dari 10 ribu orang tewas dan menghancurkan sebagian besar infrastruktur negara tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement