REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macrol telah meminta agar sanksi lebih berat diberikan terhadap Venezuela. Negara itu dinilai olehnya telah melakukan pelanggaran terhadap demokrasi dan hak asasi manusia.
"Di Venezuela demokrasi telah tidak tercipta untuk waktu yang lama," ujar Macron dilansir BBC, Sabtu (27/1).
Komentar Macron muncul setelah Mahkamah Agung Caracas, Venezuela memberlakukan batasan untuk politisi oposisi utama di negara itu dalam pemilihan presiden yang akan berlangsung pada April. Ia mengatakan tidak ada tanda-tanda kemajuan dari pemerintahan di negara yang saat ini dipimpin oleh Presiden Nicolas Maduro itu.
Macron meminta agar adanya upaya bersama guna membantu memulihkan demokrasi di Venezuela.
Sebelumnya, Uni Eropa juga melakukan langkah-langkah, seperti membekukan aset dan memberlakukan larangan perjalanan terhadap tujuh pejabat senior negara Amerika Latin itu.
"Saya ingin agar adanya sanksi baru dan melangkah lebih jauh melihat adanya otoritarianisme yang lebih jauh di Venezuela," Macron menjelaskan.
Jelang pemilihan presiden di Venezuela, kekacauan di negara itu semakin meningkat. Salah satunya adalah dengan keputusan Majelis Konstituante yang mengumumkan bahwa pengungutan suara, secara tradisional yang seharusnya diadakan pada Desember dipercepat menjadi akhir April mendatang.
Langkah ini membuat oposisi Venezuela hanya dapat mempersiapkan pemilihan dalam waktu yang sangat singkat. Belum lagi, dengan para pemimpin mereka yang kini berada dalam pengasingan maupun di penjara.
Presiden Maduro yang telah menduduki jabatan pemimpin Venezuela selama enam tahun terakhir mengatakan ia siap untuk mengikuti pemilihan kembali. Ia berjanji untuk mengakhiri ancaman imperialis di negara itu.
Pemerintah yang dipimpin Maduro dianggap telah menciptakan krisis di Venezuela. Politisi oposisi menyalahkan kebijakan sosialis yang diterapkan oleh Maduro, serta pendahulunya mantan presiden Hugo Chavez.
Gelombang protes terhadap Maduro juga terjadi dengan sengit sepanjang tahun lalu, yang berujung dengan bentrokan. Lebih dari 120 orang meninggal dalam kurun waktu empat bulan akibat hal itu.