REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Operasi militer Irak dan serangan udara dari Amerika Serikat (AS) di Irak pada Sabtu (27/1) waktu setempat. Menewaskan sedikitnya delapan orang dan melukai puluhan orang.
Al-Obaidi mengatakan delapan korban tewas tersebut termasuk seorang pengawalnya, seorang polisi sipil dan enam petugas polisi, setelah pasukan militer Irak dan pasukan khusus untuk menggerebek sebuah rumah. Sedangkan Komando Operasi Gabungan Irak mengatakan bahwa pihaknya sedang mengejar seorang pemimpin teroris.
Petugas polisi setempat dan suku bergegas menuju ke lokasi kejadian, berpikir bahwa tentara Irak yang mengejar teroris adalah anggota ISIS yang menyamar menjadi tentara negara. Militan ISIS diketahui telah melakukan banyak serangan dan penyergapan terhadap pasukan keamanan Irak dan warga sipil saat mereka menyamar sebagai tentara Irak.
"Setelah pasukan menahan tersangka dan saat mencari rumah tersebut, pasukan tersebut diserang oleh granat tangan dari salah satu rumah tetangga. Ini mendorong respons cepat dan kemudian pasukan tersebut kembali kr markas mereka," menurut pernyataan Komando Operasi Gabungan Irak, dikutip CNN, Ahad (28/1).
Pihaknya juga mengatakan dalam pernyataan tersebut bahwa pasukan Irak di lapangan memang meminta dukungan udara saat mereka melihat ada polisi. Karena mereka meyakini polisi tersebut adalah sekelompok yang berkumpul tanpa koordinasi dengan pasukan yang ditugaskan.
Sementara Obaidi mengatakan serangan itu menghantam sebuah pertemuan. "Kami meminta pemerintah Irak menyelidiki serangan tersebut dan memberikan penjelasan mengapa operasi semacam itu dilakukan tanpa memberi tahu pihak berwenang setempat," ujarnya.
Padahal menurutnya petugas keamanan yang tewas akibat serangan tersebut juga telah berjuang melawan ISIS sebelumnya. Adapun juru bicara Angkatan Bersenjata Gabungan Kolonel Ryan Dillon mengatakan bahwa insiden tersebut sedang diselidiki, namun mengatakan pesawat tempur AS memberi dukungan saat diminta dan disetujui oleh pemerintah Irak. Sedangkan seorang pejabat militer AS mengatakan sedang menyelidiki apakah ada pesawat AS di wilayah tersebut pada saat itu.
Al-Baghdadi terletak 250 kilometer di barat laut Baghdad, yang paling dekat dengan Pangkalan Udara Al Asad, tempat militer AS memarkir pesawat tempurnya. Kota ini pernah berada di tangan ISIS selama beberapa pekan pada 2015 sebelum akhirnya kembali dibebaskan.