REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Badan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapakan, lebih dari 100 ribu pengungsi Rohingya terancam akan kedatangan badai munson. Hujan yang disebabkan badai tersebut berpotensi menyebabkan tanah longsor di kamp-kamp pengungsian.
Badang Kemanusiaan PBB mengatakan, ratusan ribu pengungsi itu tinggal di lokasi pengungsian yang kumuh dan berlumpur di Bangladesh. Mereka menempati kawasan yang masuk dalam zona merah saat musim penghujan tiba pertengahan tahun nanti.
"Melihat pemetaan yang dilakukan, setidaknya 100 ribu pengungsi terancam longsor dan banjir. Diperlukan relokasi ke daerah baru atau dipindahkan ke lokasi yang lebih aman," kata laporan Badan Kemanusiaan PBB.
Sekitar 585 ribu pengungsi kini menempat kawasan yang disebut Kutupalong-Balukhali. Sebagian besar tanah di daerah tersebut tidak layak untuk ditempati pengungsi. Kawasan itu menempati persentasi paling tinggi untuk terserang banjir dan tanah longsor. Kondisi diperparah dengan kepadatan pengungsi dan terasering di perbukitan.
"Banjir dan tanah longsor yang ditakutkan dari musim penghujan nanti akan membuat situasi yang ada jauh lebih buruk," kata laporan tersebut.
Penilaian yang dilakukan ahli baru-baru ini mengatakan, semua jalan di kamp tersebut tidak dapat diakses truk. Ini membuat Program Pangan Dunia mempertimbangkan memakai jasa kuli untuk mendistribusikan makanan.
Sementara, Pemerintah Bangladesh mengalokasikan 2.000 hektare untuk sebuah kamp pengungsian baru di Ukhia. Mereka telah mendorong pengungsi pindah ke kawasan tersebut meski kamp masih belum siap.
"Organisasi kemanusiaan sekarang membangun infrastruktur yang diperlukan meski dalam kondisi sulit dengan ruang yang sangat terbatas," mengutip laporan PBB.
Mengutip laporan tersebut, kawasan Cox Bazar di Bangladesh saat ini menampung lebih dari 900 ribu pengungsi minoritas muslim Rohingya. Jumlah itu diapat setelah ditambahkan 688 ribu pengungsi yang juga melarikan diri akibat konflik yang terjadi pada Agustus tahun lalu.
Kondisi kamp saat ini dinilai sudah tidak cukup lagi untuk menampung pengungsi yang baru datang. Ketersediaan lahan menjadi tantangan utama bagi kamp pengungsian.
Keterbatasan lahan itu menimbulkan kepadatan yang berdapak pada kondisi kehidupan para pengungsi. Mereka kesulitan untuk mendapatkan penyediaan layanan dan fasilitas guna meningkatkan kualitas kehidupan para pengungsi.
Kamp yang terlampau penuh membuat para pengungsi tidak mendapatkan perlindungan yang maksimal. Kepadatan itu juga dinilai dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit seperti wabah difteri yang saat ini meningkat di sebagian besar lokasi.
Sebanyak 4.865 pengungsi terdeteksi diduga atau telah terkonfirmasi mengidap penyakit mematikan tersebut. Sebanyak 35 kasus difteri berujung pada kematian.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan vaksin kepada lebih dari 500 ribu pengungsi guna memerangi wabah difteri. WHO juga telah memulai vaksinasi tahap kedua bagi 350 ribu anak-anak pengungsi. WHO juga telah mempersiapkan 2.500 antiracun untuk mengurangi dampak kematian yang disebabkan penyakit tersebut.