REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pengurus masjid di Provinsi Yunnan memberikan pelajaran Bahasa Arab dan membaca Alquran kepada sejumlah anak Muslim di wilayah barat daya Cina itu selama liburan musim dingin.
Media resmi setempat yang dipantau Antara di Beijing, Selasa, menuliskan pandangan pengamat bahwa hal itu tidak patut dilakukan di Cina yang penduduknya mayoritas penganut ateisme.
Salah satu unggahan di Sina Weibo, mikroblog terpopuler di Cina, menunjukkan salah satu masjid di Kota Baoshan membuka kelas selama liburan sekolah musim dingin untuk anak-anak Muslim terbelakang belajar Bahasa Arab, membaca Alquran, dan tata cara serta budaya Islam.

Muslim Cina
Namun postingan di Twitter-nya masyarakat China yang memiliki jumlah pengguna lebih dari 300 juta itu sudah dihapus.
Baca juga, Partai Komunis Cina Minta Anggota Muslim Nyatakan Diri Ateis.
Seorang staf Asosiasi Islam Cina (CIA) Cabang Yunnan membenarkan adanya beberapa pengurus masjid membuka kelas untuk anak-anak Muslim yang tidak mampu karena ditinggalkan para orang tua mencari nafkah di luar kota.
"Tidak hanya Bahasa Arab, melainkan juga mereka mempelajari pelajaran umum dan bagaimana mengerjakan PR sekolah," kata staf yang tidak disebutkan namanya saat dikutip Global Times itu.
Beberapa masjid di provinsi itu membuka kelas dalam beberapa tahun, namun sedikit sekali pesertanya karena makin berkurangnya jumlah anak-anak terbelakang.
"Pemerintah tidak mendukung berbagai aktivitas di sini," kata pria tersebut kepada harian yang dikelola partai berkuasa di Cina itu.
Profesor di Minzu University of Cina, Beijing, Xiong Kunxin, menilai memberikan pelajaran kepada anak-anak seperti yang dilakukan di masjid-masjid itu sebenarnya tidak patut. "Pola pikir anak-anak belum sempurna dalam memandang dunia. Oleh sebab itu, berbahaya kalau sampai 'mencuci otak' mereka dengan pelajaran agama," kata Xiong.
Undang-Undang Dasar China menyebutkan bahwa warga mendapatkan kebebasan menjalankan keyakinan agamanya. Tidak seorang pun bisa menggunakan agama untuk melaksanakan aktivitas yang dapat mengganggu ketertiban umum, mengganggu keharmonisan sosial, atau mengintervensi sistem pendidikan yang telah ditetapkan oleh negara.
Peraturan Pendidikan di Cina juga mencantumkan bahwa negara memisahkan pendidikan dengan agama. Tidak satu pun organisasi atau individu boleh menggunakan agama untuk melakukan aktivitas yang bisa mencampuri sistem pendidikan yang telah ditetapkan oleh negara.
Para pelajar di Kabupaten Guanghe, Provinsi Gansu, daerah mayoritas muslim di wilayah barat laut Cina, dilarang mendatangi tempat-tempat kegiatan keagamaan atau belajar kitab sucinya selama liburan musim dingin yang berlangsung mulai pertengahan Januari hingga awal Maret.
Dinas Pendidikan Provinsi Gansu pada 2016 mengeluarkan surat edaran yang berisi larangan kegiatan keagamaan di sekolah menyusul video yang menayangkan seorang gadis muslim mengenakan baju bertuliskan ayat Alquran menjadi viral di China.