REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pentagon telah memblokir laporan penting mengenai perang di Afghanistan yang dirilis lembaga pengawas Special Inspector General for Afghanistan Reconstruction (SIGAR). Pemblokiran ini dinilai akan membatasi transparansi informasi kepada publik.
Selama bertahun-tahun, SIGAR telah menerbitkan laporan triwulan yang mencakup data yang tidak bersifat rahasia mengenai wilayah yang dikendalikan oleh Taliban dan pemerintah Afghanistan. Namun, Pentagon telah meminta SIGAR tidak mempublikasikan laporan terbarunya pada Senin malam (29/1).
Untuk pertama kalinya sejak 2009, militer AS merahasiakan jumlah total pasukan yang sebenarnya. Militer juga merahasiakan tingkat gesekan yang dialami Pasukan Pertahanan dan Keamanan Nasional Afganistan (ANDSF).
"Implikasinya, menurut saya rata-rata orang Amerika yang membaca laporan kami tentang perang itu, tidak memiliki kemampuan menganalisis bagaimana dana dikeluarkan untuk Afghanistan," ujar John Sopko yang memimpin SIGAR.
Meski demikian, Pentagon menyatakan Departemen Pertahanan AS tidak meminta SIGAR menahan laporannya. Keputusan tersebut justru diminta koalisi Resolute Support yang dipimpin NATO. Letnan Kolonel Michael Andrews mengatakan Pentagon tidak memiliki wewenang mengesampingkan keputusan yang dibuat oleh koalisi pimpinan Jenderal John Nicholson tersebut.
"Departemen terus bekerja dengan SIGAR, Pasukan AS-Afghanistan dan koalisi Resolute Support NATO untuk menyelesaikan masalah mengenai pembatasan informasi yang sebelumnya tidak dirahasiakan," kata Letnan Kolonel Andrews.
Sejumlah pengamat mengatakan terlepas dari siapa yang membatasi informasi tersebut, hal ini sangat mengkhawatirkan karena pejabat Afghanistan dan AS secara terbuka telah menetapkan patokan yang akan sulit untuk diukur. Jenderal AS di Afghanistan menetapkan sebuah tujuan pada November lalu untuk membiarkan gerilyawan Taliban mengendalikan setidaknya 80 persen wilayah di negara tersebut dalam waktu dua tahun. Dalam laporan terakhirnya, SIGAR mengatakan 43 persen distrik Afghanistan berada di bawah kendali Taliban atau sedang diperebutkan.
SIGAR mengatakan, sejumlah pihak akan menyimpulkan pembatasan informasi tentang perang Afghanistan disebabkan tidak adanya kemajuan yang didapatkan pasukan AS. Tuduhan serupa terjadi selama Perang Vietnam yang kemudian terbukti benar.
Presiden AS Donald Trump telah mengirim tambahan 3.000 pasukan AS ke Afghanistan dalam beberapa pekan terakhir. Dengan demikian, jumlah tentara Amerika di Afghanistan menjadi sekitar 14 ribu orang.
Michael Kugelman dari Woodrow Wilson Center mengatakan tidak masuk akal jika Pentagon memblokir laporan tersebut. "Tidak adil bagi rakyat Amerika, bagi tentara Amerika, dan saya akan berpikir cukup sulit untuk membenarkan hal seperti ini," kata Kugelman.
Laporan SIGAR bukan laporan pertama yang ditahan terkait perang Afghanistan. Tahun lalu, pasukan AS di Afghanistan juga memblokir laporan yang disediakan ANDSF, termasuk data korban jiwa, kekuatan personil, dan tingkat atrisi. Militer AS mengatakan pada saat itu data tersebut milik pemerintah Afghanistan yang tidak ingin dipublikasikan.