Kamis 01 Feb 2018 06:06 WIB

Uni Eropa Desak AS tak Paksakan Kehendak di Palestina

Proses perdamaian di Palestina harus melibatkan banyak pihak.

Rep: Rizkiyan Adiyudha/ Red: Budi Raharjo
Yerusalem.
Foto: al jazeera.com
Yerusalem.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Uni Eropa (UE) menegaskan perlunya solusi yang adil bagi Palestina dan Israel untuk menyelesaikan konflik kedua negara. Proses perdamaian yang dirumuskan juga harus melibatkan kedua negara.

Hal itu diungkapkan saat pertemuan UE dengan Palestina guna membahas proses perundingan damai di kawasan. Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Federica Mogherini mengatakan, proses perdamaian harus melibatkan banyak pihak dan harus memasukkan semua negara tetangga serta mitra negara.

Dia menambhakan, proses perdamian tanpa melibatkan satu pihak tidak akan berjalan dengan maksimal dan tidak akan menciptakan hasil yang realistik. "Tidak akan berjalan tanpa Amerika dan tidak akan jika hanya Amerka sendiri," kata Federica Mogherini seperti dikutip RT, Rabu (31/1).

Pertemuan tersebut digelar menyusul pemotongan dana bantuan kepada para pengungsi Palestina. Rapat itu juga dihadiri sejumlah menteri dari Palestina, Israel, Mesir dan pejabat senior Amerika Serikat (AS). Pertemuan itu dimediasi oleh Norwegia.

Rapat darurat itu merupakan pertemuan kali pertama yang diadakan setelah keputusan sepihak AS yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Kebijakan pemerintahan Presiden Donald Trump itu dinilai banyak pihak sudah merusak konsesus internasional terkait perundingan damai Palesinta-Israel.

Pertemuan fokus membahas solusi terbaik untuk mengakhiri konflik yang terjadi di kawasan dan menciptakan solusi dua negara. Mogherini mengatakan, keputusan AS tersebut menambah berat situasi yang terjadi di Timur Tengah. Dia berharap, pertemuan kali ini dapat memfasilitasi pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri kedua negara.

Dalam pertemuan tersebut, UE juga sepakat untuk memberikan dana bantuan sebesar 52 juta dolar Amerika untuk membantu Palestina membangun negara mereka. Mogherini mengatakan, kucuran finansial itu diberikan untuk mendukung aktifitas di Yerusalem Timur.

Dana yang diberikan juga akan dipakai untuk mengurangi hutang negara hingga dukungan sektor bisnis. Uang tersebut juga akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sipil Palestina serta akses terhadap air dan energi. "Dibutuhkan kembali komitmen internasional yang pada akhirnya berujung pada solusi kedua negara," kata Federica Mogherini.

Pertemuan tersebut juga membahas cara guna mengakomodasi Badan Bantuan PBB untuk Palestina atau UNRWA (United Nations Relief and Works Agency). AS akan menarik 65 juta dolar dari 125 juta dolar sumbangan yang telah direncanakan kepada UNRWA.

AS diketahui merupakan negara terbesar penyumbang dana bantuan tersebut hingga saat ini. Paman Sam memberikan uang sebesar satu pertiga dari total keseluruhan dana yang diberikan kepada badan bantuan PBB tersebut.

Penangguhan dana tersebut membuat UNWRA meganali krisis finansial terbesar sepanjang sejarah. Bebepara negara yang sepakat untuk memberikan bantan dana diminta secepatnya untuk mengalirkan bantuan finansial mereka kepada organisasi tersebut.

UNWRA mengaku membutuhkan dana sekitar 800 juta dolar AS untuk membiayai operasional para pengungsi yang tersebar di Suria, Tepi Barat dan Jalur Gaza tahun ini. Sejumlah negara yang akan memantu UNWRA keluar dari masalah finansial itu antara lain Swiss, Finlandia, Denmark, Swedia, Norwagia, Jerman, Rusia, Belgia, Kuwait, Belanda dan Irlandia.

Sementara, Slovenia memutuskan untuk menunda proses pemberian bantuan atau pengakuan terhadap negara Palestina. Hal itu lantaran mereka mendapatkan tekanan dari AS dan Israel.

Komite Kebijakan Luar Negeri Parlemen Slovenia menunda sidang untuk memberikan finalisasi keputsan tersebut. Negara asal Ibu Negara AS, Melania Trump itu bisa menjadi negara Uni Eropa kedua setelah Swedia yang mengakui negara Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement