REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggelar pertemuan pada Rabu (31/1). Keduanya mendiskusikan beberapa isu regional, antara lain tentang kesepakatan nuklir Iran, krisis Suriah serta penyelesaian konflik Israel dengan Palestina.
Pada sesi konferensi pers bersama, Gabriel mengatakan, kendati Jerman, Amerika Serikat (AS) dan Israel memiliki cara pandang berbeda terkait kesepakatan nuklir, namun mereka bersepakat menolak tindakan serta kebijakan Iran di kawasan.
Dalam hal ini, Gabriel meminta Iran meninjau ulang kebijakannya berhadapan dengan Yaman dan Lebanon. "Kami (Jerman, AS, dan Israel) mungkin memiliki posisi yang berbeda mengenai masalah perjanjian nuklir dengan Iran. Namun tidak ada ketidaksepakatan di antara kita mengenai tindakan Iran," ujar Gabriel, seperti dikutip laman Anadolu Agency.
Baca juga, IAEA: Iran Telah Laksanakan Kesepakatan Program Nuklir.
Hal ini pun ditegaskan Netanyahu dalam kesempatan konferensi pers bersama. Ia mengaku telah membahas upaya untuk mewujudkan stabilitas di kawasan bersama Gabriel. "Karena upaya ini menjadi lebih sulit mengingat agresi Iran di Suriah dan Lebanon," ucap Netanyahu.
Iran diketahui memiliki peran dan pengaruh tersendiri terkait krisis yang terjadi di Yaman dan Lebanon. Teheran kerap dituduh menyokong kelompok milisi di kedua negara tersebut. Namun tudingan tersebut selalu dibantah oleh Iran.
Kemudian terkait situasi di Suriah, Gabriel menilai, penyelesaian krisis di negara tersebut memang membutuhkan sebuah transisi politik. Sebab pihak oposisi telah menolak eksistensi rezim pemerintah saat ini yang dipimpin Bashar al-Assad.
"Keputusan politik di Suriah harus diputuskan oleh sebuah konstitusi dan pemilihan baru," katanya.
Lalu tentang Palestina, Gabriel memuji kesediaan Israel untuk menerima penyelesaian konflik melalui mekanisme solusi dua negara. Ia menilai solusi dua negara merupakan satu-satunya jalan untuk mengakhiri konflik Palestina dan Israel. Hal ini karena kedua negara tersebut menghendaki Yerusalem menjadi ibu kota negaranya.